Pada 8 Mei 2017, diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan dan Harga Jual Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Permen ESDM 32/2017).
Gas suar alias flare gas adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi atau pengolahan migas, yang dibakar karena tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia sehingga belum termanfaatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaran gas suar ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumsel, Jambi, Aceh yang tersebar di sekitar 175 cerobong pembakaran. Total gas yang dibakar tiap hari sekitar 170 MMSCFD," kata Sujatmiko kepada detikFinance, Senin (15/5/2017).
Harga gas suar relatif lebih murah dibanding gas yang diproduksi di lapangan, di bawah US$ 4/MMBTU. Sedangkan rata-rata gas pipa dijual seharga US$ 6/MMBTU di hulu. Tetapi volume gas suar kecil, tidak stabil, dan umumnya memiliki kandungan CO2 dan H2S yang amat tinggi.
"Di samping volumenya kecil dan sulit, diperkirakan kelangsungannya gas suar umumnya memiliki kotoran yang cukup tinggi yaitu CO2 dan H2S," papar Sujatmiko.
Agar dapat digunakan sebagai sumber energi, gas suar harus diolah terlebih dahulu, dibersihkan dari H2O dan H2S. Karena itulah flare gas dijual murah.
"Biaya untuk memproses gas kotor lebih tinggi dari gas bersih. Permen ESDM 32/2017 dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan gas suar oleh badan usaha. Karena itu harga ditetapkan lebih rendah sesuai dengan kadar kotorannya agar perusahaan yang memanfaatkan mampu mendapatkan pengembalian investasinya," tutup Sujatmiko. (mca/wdl)











































