Tapi setelah 2014, kontribusi sektor migas untuk pendapatan negara hanya sekitar Rp 100 triliun per tahun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada 2012 total penerimaan negara dari migas mencapai Rp 301,6 triliun. Terdiri dari pajak migas sebesar Rp 83,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas Rp 205,8 triliun, dan Domestic Market Obligation (DMO) Rp 12,3 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di 2014, penerimaan negara dari migas melonjak lagi sampai Rp 319,7 triliun, tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Itu berasal dari pajak migas Rp 87,4 triliun, PNBP migas Rp 216,9 triliun, dan DMO Rp 15,5 triliun.
Ketika harga minyak merosot, pada 2015 pendapatan negara dari migas tinggal Rp 135,1 triliun. Asalnya dari pajak migas Rp 49,7 triliun, PNBP migas Rp 78,2 triliun, dan DMO Rp 7,3 triliun.
Lalu pada 2016, harga minyak sempat di bawah US$ 30/barel pada awal tahun. Selama setahun, rata-rata harga minyak hanya berkisar di US$ 40/barel. Total pendapatan negara dari migas hanya Rp 84,7 triliun, terendah dalam 5 tahun terakhir. Dari pajak migas Rp 36,1 triliun, PNBP migas Rp 44,9 triliun, dan DMO Rp 3,7 triliun.
Artinya, penerimaan negara dari migas dari 2014 ke 2016 mengalami penurunan sampai Rp 235 triliun. Total kontribusi sektor migas untuk penerimaan negara pada 2016 hanya 26,4% dari tahun 2014.
"Penerimaan negara dari minyak dan gas mengalami penurunan rata-rata 13% dalam 5 tahun terakhir akibat fluktuasi harga minyak," kata Direktur Penerimaan Non-Pajak Kemenkeu, Mariatul Aini, dalam IPA Convex 2017 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Adapun pada 2017 ini, dalam APBN 2017 ditargetkan penerimaan negara dari migas sebesar Rp 106,3 triliun. Terdiri atas pajak migas Rp 35,9 triliun, PNBP migas Rp 63,7 triliun, dan DMO Rp 5,7 triliun. (mca/wdl)