Harga minyak kemarin langsung naik karena faktor psikologis saja. Nyatanya, surplus pasokan minyak mentah di pasar masih terjadi.
"Secara fundamental, kelebihan suplai minyak mentah masih terjadi. Tidak hanya tahun ini tapi juga berpotensi berlanjut ke tahun depan," kata Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, kepada detikFinance, Selasa (6/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qatar selama ini termasuk sekutu Arab Saudi di OPEC. Dengan pemutusan hubungan diplomatik ini, Qatar akan lebih merapat ke Iran yang berada di kubu seberang.
OPEC makin tak solid karena UEA yang juga termasuk anggota OPEC turut memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.
"Putusnya hubungan diplomatik tersebut akan membuat, paling tidak untuk sementara waktu, Qatar akan lebih condong ke arah Iran. Dengan polarisasi tersebut, sulit diharapkan OPEC bisa terus bersepakat menahan level produksi mereka," ujar Pri Agung.
"Artinya, banjir suplai minyak dunia justru berpotensi bertambah lagi ke depannya jika konflik hubungan diplomatis terus berlanjut," dia mengimbuhkan.
Ia menambahkan, konflik antara Arab Saudi Cs dan Qatar ini kecil kemungkinannya berujung pada ketegangan militer. Dengan demikian, harga minyak tak akan banyak terpengaruh.
"Jika hanya sebatas konflik diplomatik dan tanpa aksi militer, harga tidak akan banyak terpengaruh. Cenderung stagnan," tukasnya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan bahwa soliditas OPEC bisa makin hancur bila Qatar ditendang dari OPEC. Tentu pasokan minyak dunia makin tak terkendali, saat ini produksi minyak Qatar sekitar 2 juta bph atau kurang lebih 6% dari total produksi minyak negara-negara OPEC yang sebesar 32 juta bph.
"Sampai sejauh ini yang lebih dominan adalah efek psikologis, kecuali jika nantinya Arab dapat memaksa anggota lain untuk mengeluarkan Qatar dari keanggotaan OPEC," tutupnya. (mca/ang)











































