PLN sebenarnya sudah mengantongi konsesi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Tulehu dari pemerintah sejak tahun 1997 alias 20 tahun lalu. Tapi ladang 'harta karun energi' ini baru digarap sekarang.
PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance |
Direktur Bisnis Regional Maluku-Papua PLN, Haryanto WS, menuturkan bahwa proyek PLTP Tulehu 2 x 10 MW sempat terbengkalai 20 tahun karena terhambat persoalan lahan dan kesulitan mencari pendanaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance |
Direktur Perencanaan Korporat PLN, Nicke Widyawati, menambahkan bahwa persiapan proyek cukup panjang. Perlu survei dan kajian yang matang karena bisnis panas bumi berisiko tinggi. "Pengembangan panas bumi berisiko tinggi, jadi beberapa survei harus dilakukan, FS (feasibility study) harus matang," ujarnya.
Kini PLN ingin ngebut di proyek ini. "Sekarang kita percepat prosesnya sehingga bisa mulai groundbreaking, pengembangan panas bumi bisa segera kita lakukan. Ke depan kita enggak berlama-lama lagi, tapi dengan tetap melakukan semua tahapan agar semua risiko teridentifikasi dengan baik," tukas Nicke.
PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance |
Segala persiapan, mulai dari pembebasan lahan hingga pembangunan infrastruktur pendukung telah dilakukan. Sekarang PLN melakukan 4 pengeboran sumur panas bumi.
Pada tahap pertama, PLN mengembangkan dulu energi panas bumi sebesar 20 MW. Total potensi di WKP Tulehu mencapai 60 MW. Seiring dengan peningkatan kebutuhan listrik di Maluku, ke depan kapasitas PLTP Tulehu akan terus diperbesar.
"Kami sudah melakukan pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur. Jalan dan sebagainya sudah siap, kita tinggal melakukan pengeboran. Untuk tahap pertama kita mengebor 3 sumur produksi dan 1 sumur injeksi. Dengan tingkat pertumbuhan demand 11% per tahun di Maluku, tahap pertama kami kembangkan 20 MW," tutupnya. (mca/dna)












































PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance
PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance
PLTP Tulehu Foto: Michael Agustinus/detikFinance