Ada Cost Recovery Rp 12 T dari Blok Mahakam, Bagaimana Bayarnya?

Jakarta - Kementerian ESDM di bawah pimpinan Ignasius Jonan mengedepankan efisiensi di sektor hulu migas. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah diperintahkan untuk menurunkan cost recovery.

Cost recovery adalah biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk memproduksi migas, biaya tersebut dapat diklaim KKKS agar diganti oleh negara.

Sampai 30 Juni 2017, cost recovery yang sudah dikeluarkan sebesar US$ 4,87 miliar, sedangkan pagu yang ditetapkan dalam APBN 2017 adalah US$ 10,58 miliar. Jadi cost recovery sampai tengah tahun adalah 46% dari batas maksimum.

SKK Migas berupaya agar cost recovery tidak membengkak hingga melampaui pagu dalam APBN 2017. Yang sekarang diwaspadai adalah banyaknya cost recovery yang biasanya diklaim KKKS pada akhir tahun.

Di akhir 2017, pengeluaran besar untuk cost recovery terutama datang dari Blok Mahakam. Kontrak Total E&P Indonesie di Mahakam akan habis per 31 Desember 2017, maka semua biaya yang belum diganti negara akan diklaim sebagai cost recovery pada akhir tahun ini.

Cost recovery Blok Mahakam yang diklaim Total E&P pada akhir tahun ini diperkirakan mencapai US$ 900 juta alias Rp 11,97 triliun (dengan asumsi kurs dolar Rp 13.300). Biaya itu sulit ditekan karena pengeluarannya sudah terjadi, yang bisa dilakukan SKK Migas hanya memverifikasi kebenaran jumlah pengeluaran yang diklaim Total E&P.

Agar pengeluaran untuk cost recovery tahun ini tak sampai jebol, SKK Migas telah menyiapkan 2 skenario. Pertama, Pertamina diminta menalangi dulu cost recovery sebesar US$ 900 juta itu. Nantinya Pertamina akan menagihnya ke pemerintah sebagai biaya depresiasi dalam cost recovery.

Ada 2 skenario. Kita bisa nego sama Pertamina, Pertamina yang bayar dulu, nanti dianggap depresiasi Pertamina ke depannya," kata Deputi Pengendalian Pengadaan SKK Migas, Djoko Siswanto, kepada detikFinance, Selasa (11/7/2017).

Kedua, Participating Interest (PI) Blok Mahakam sebesar 39% ditawarkan kepada Total E&P. Jika Total E&P masih menjadi kontraktor Blok Mahakam pasca 2018, pemerintah bisa menunda pengeluaran untuk cost recovery sebesar US$ 900 juta.

"Kalau Total dapat share down, enggak usah dibayar semuanya sekarang. Siapa tahu dia mau PI 39%," ujar Djoko.

Tapi kalau Total E&P enggan membeli PI dan benar-benar keluar dari Blok Mahakam, tagihan US$ 900 juta itu mau tak mau harus dibayar ke mereka sebelum 31 Desember 2017. (mca/ang)