Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, menyatakan keputusan Exxon murni didasari oleh perhitungan ekonomis, bukan karena kebijakan pemerintah yang tidak jelas atau 'digantung'.
Pengembangan Blok East Natuna memang tidak mudah karena kandungan CO2 yang mencapai 72%. Butuh teknologi tinggi yang mahal untuk mengolah CO2 tersebut agar tak menimbulkan pencemaran lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tantangannya adalah teknologi dan komersialnya, bukan karena 'digantung'. Sampai sekarang tidak ada lapangan di dunia yang CO2-nya sampai 72%. Ini tantangannya besar sekali," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Pemerintah, Arcandra bilang, siap memberikan insentif-insentif yang dibutuhkan investor untuk menggarap Blok East Natuna. "Kita akan memberi insentif-insentif selama itu tidak bertentangan dengan Undang Undang dan peraturan yang ada," tegasnya.
Keputusan Exxon mengembalikan ladang gas dengan cadangan sebesar 46 triliun kaki kubik (TCF) ini, sambungnya, merupakan hasil positif dari negosiasi dengan pemerintah. Status Blok East Natuna jadi jelas, pemerintah sekarang bisa menyerahkannya 100% pada PT Pertamina (Persero).
Selama ini, pemerintah ingin pengembangan Blok East Natuna dikebut, tapi Exxon tidak sepakat karena takut rugi. Dengan adanya surat dari Exxon, keputusan berada sepenuhnya di tangan pemerintah. Jadi pengembangan bisa dipercepat sesuai keinginan pemerintah.
"East Natuna itu Exxon mengembalikan bukan gara-gara 'digantung'. Ini usaha negosiasi kita. Berdasarkan TMR mereka, mereka merasa kalau mengembangkan ini kemahalan, makanya mereka mengembalikan. Silakan Pertamina berkolaborasi dengan yang lain, yang harganya bisa lebih murah. Niat Exxon, jangan sampai mereka menghambat," tukas dia.
Ia menambahkan, jika East Natuna tetap di tangan Exxon, pengembangan Blok East Natuna akan terus jalan di tempat. Kini saatnya Pertamina mencari partner baru yang memiliki teknologi lebih ekonomis untuk pengembangan Blok East Natuna.
"Kalau itu tetap Exxon, mahal, apakah didiamkan saja? Langkah pertama, Exxon bilang kemahalan. Selanjutnya cari teknologi lain yang lebih memungkinkan. Sekarang Pertamina bebas," paparnya.
Pihaknya yakin Pertamina bisa segera mendapatkan mitra baru yang punya teknologi untuk mengelola tingginya kandungan CO2 di East Natuna.
"Exxon punya teknologi, company lain punya teknologi. Exxon sudah evaluasi, teknologinya mahal, bukan masalah 'digantung'," tutupnya. (mca/wdl)