Biodiesel untuk campuran solar terbuat dari minyak sawit, semuanya diproduksi di dalam negeri. Tujuannya untuk mengurangi impor BBM dan mengurangi emisi karbon, membuat lingkungan lebih hijau.
Tapi tak semua kendaraan bisa menggunakan biodiesel alias 'solar hijau'. Ada kereta api dan truk-truk untuk kendaraan tambang yang tidak cocok dengan biodiesel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abadi menjelaskan, kereta api dan kendaraan tambang yang sudah tua menggunakan mesin diesel jenis lama. Mesin-mesin diesel lama tak dirancang untuk menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Berbeda dengan mesin-mesin diesel keluaran terbaru yang sudah disesuaikan untuk biodiesel.
"Untuk yang pakai teknologi baru enggak apa-apa, tapi bagaimana yang eksisting engine? Jumlahnya cukup banyak. Ada beberapa company yang menyatakan kalau pakai B20, garansinya (kendaraan) hilang," tukasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) sawit akan mengeluarkan kebijakan baru soal B20. "BPDP sawit sudah ada hasil risetnya, akan dibuat keputusan baru," ujar Poernomo.
Sementara itu, Anggota DEN lainnya, Rinaldy Dalimi, mengungkapkan kemungkinan biodiesel tidak cocok di kendaraan lama karena tangki bensin yang tidak bersih.
Biodiesel rentan tercampur dengan air, beda dengan solar. Kalau ada butiran air di dalam tangki, tentu akan mengurangi kualitas bahan bakar dan dapat merusak mesin.
"Dalam tangki kemungkinan ada debu dan butiran air. Kalau minyak diesel biasa enggak kecampur dengan air. Kalau ada air, bercambur dengan BBN (Bahan Bakar Nabati/biodiesel) sehingga kualitas BBN jadi lebih rendah," pungkasnya. (mca/wdl)











































