Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, dengan penetapan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi (Flores Geothermal Island) ditargetkan pemenuhan kebutuhan listrik dasar di Pulau Flores akan berasal dari energi panas bumi.
"Dibandingkan dengan demand-nya (1,8 juta jiwa penduduk), kan masih lebih besar supply-nya. Jadi lebih besarnya itu menjadikannya sebagai percontohan penggunaan energi bersih khususnya geothermal," tutur Rida dalam keterangan tertulis, Jumat (4/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dana yang digunakan untuk mengembangkan Waisano adalah dengan menggunakan dana Geothermal Fund. Dana tersebut berasal dari dana hibah World Bank dan APBN.
"Dananya sudah sejumlah Rp 3 triliun dari APBN, plus USS 55,25 juta dari World Bank," terang Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak
Menurut Yunus, dana yang digunakan dari Geothermal Fund ini digunakan sebagai mitigasi eksplorasi. Sehingga diharapkan biaya yang dikeluarkan dapat dikembalikan oleh para pengusaha dan dapat diputar kembali untuk melakukan pembiayaan eksplorasi di wilayah lainnya (revolving fund).
Biaya eksplorasi untuk panas bumi memang cukup tinggi. Biaya eksplorasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 1 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) sekitar US$ 20-25 juta.
Selain sebagai pulau percontohan untuk pemanfaatan listrik, geothermal di Flores juga dapat dimanfaatkan untuk pembentukan geopark. Karena hasil sampingan dari geothermal ini dapat digunakan untuk pembangunan Geopark.
"Geopark ini tentu dapat menjadikan Pulau Flores sebagai salah satu tempat wisata yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," kata Yunus.
Melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017, Pulau Flores ditetapkan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan sebagai Pulau Panas Bumi atau 'Flores Geothermal Island' pada (19/7/2017) lalu.
Sebelumnya Menteri ESDM Ignasius Jonan menyaksikan penyerahan Surat Keputusan Menteri ESDM tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi dan menyerahkan tiga izin panas bumi (IPB) kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT). Acara penyerahan itu digelar di sela-sela acara The 5th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2017 di Jakarta, Rabu (2/8/2017), yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Tetap menjanjikan
Sebelumnya, PT PLN (Persero) dan Independent Power Producer (IPP) baru-baru ini telah menandatangani 53 kontrak Power Purchase Agreement (PPA) Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) di Jakarta.
Penandatangan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk memperkuat ketahanan listrik nasional sebagai implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, sekaligus menepis keraguan akan investasi EBT yang seringkali dianggap kurang menarik.
Salah satu perusahaan yang menandatangi PPA adalah PT Nusantara Hidro Utama yang berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMh) dengan kapasitas 7,4 MW di Tapanuli Utara. Minadi Pujaya, Presiden Direktur PT Nusantara Hidro Utama menuturkan bahwa potensi tenaga air di daerah Sumatera bagian barat sangat menjanjikan dan kedepannya akan berinvestasi di lokasi lokasi lainnya.
"Pemerintah membuat Permen tentu sudah dikaji, punya tenaga ahli dan dikaji dan kami ikuti saja, saya rasa masih ada untungnya bagi pengusaha, untungnya masih wajar, sejauh pengusaha ini masih bisa mengoptimalkan dari sisi efisiensi pembangunan, turbinnya, sumber mata airnya," kata Mindadi.
Mindadi berharap, ke depan perizinan semakin cepat dan murah serta koordinasi antar pemerintah lebih baik sehingga harga listrik EBT bisa kompetitif. (ega/hns)











































