Harga tersebut flat selama 30 tahun dari 2020 sampai 2050, tidak ada kenaikan. Harga sudah termasuk biaya distribusi, gas sampai dengan harga US$ 7,6/MMBTU di pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Jawa 3.
Awalnya pada 2015, Pertamina memasang harga gas sebesar US$ 9/MMBTU. Setelah melalui proses negosiasi dengan PLN dan efisiensi biaya investasi, akhirnya harga gas Jambaran-Tiung Biru bisa 'didiskon' menjadi hanya US$ 7,6/MMBTU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah sudah memutuskan karena disini ada kandungan CO2 cukup tinggi, keekonomiannya juga mepet, maka bagi hasil yang dulunya 60:40 menjadi 55:45. Pertamina 45%, pemerintah 55%," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Bagi hasil sebesar 45% untuk kontraktor tersebut berlaku sampai kontrak Pertamina di Blok Cepu berakhir pada 2035 mendatang.
"Kalau diartikan insentif boleh. Keputusan pemerintah tetap bahwa ini 55:45, tidak 60:40 sampai habis kontraknya," tukas Arcandra.
Arcandra berharap pengembangan lapangan Jambaran-Tiung Biru segera dikebut dan mulai produksi gas (onstream) sesuai jadwal pada 2020. Gas dari lapangan ini akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan industri di Gresik-Semarang. "Gas Jambaran-Tiung Biru menjadi penggerak ekonomi, bukan lagi komoditi," tutupnya. (mca/dna)











































