Penurunan laba bersih ini merupakan dampak dari kenaikan harga minyak sebesar 30%. Pada semester I-2016, rata-rata harga minyak mentah masih US$ 36,16/barel, sekarang sudah US$ 48,9/barel. Sementara pemerintah menetapkan tidak ada kenaikan harga BBM hingga akhir tahun. Hal ini membuat laba Pertamina tergerus.
Direktur Pemasaran Pertamina, Muchamad Iskandar, mengungkapkan harga keekonomian bensin Premium sekarang sebenarnya sudah Rp 6.850/liter. Dengan harga jual yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.450/liter, Pertamina rugi Rp 400/liter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga jual Solar subsidi juga sudah di bawah harga keekonomian. Selisih antara harga keekonomian dengan harga jual Solar subsidi mencapai Rp 1.200/liter. Jadi harga keekonomian Solar subsidi Rp 6.350/liter, sementara harga Solar subsidi Rp 5.150/liter sudah ditetapkan tak akan naik sampai akhir tahun.
"Kalau Solar selisihnya dengan harga sesuai formula yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp 1.200/liter," tukasnya.
Untuk menekan kerugian dari penjualan Premium ini, Pertamina berupaya mendorong masyarakat beralih ke Pertalite dan Pertamax.
Upaya tersebut cukup sukses, penjualan Premium pada semester I-2017 turun 43% dibanding semester I-2016, merosot dari 5,78 juta kiloliter (KL) menjadi hanya 3,28 juta. Di sisi lain, penjualan pertalite dan pertamax naik 25%.
"Komposisi gasoline, Premium semula 5,78 juta KL, tahun ini 3,28 juta KL, minus 43%. Sedangkan Pertalite dan Pertamax series naik dari 9,75 juta KL jadi 12,24 juta KL, naik 25%," ujarnya.
Per Juni 2016, porsi penjualan BBK Perta Series jenis gasoline (Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamax Racing, dan Pertalite) baru 18,9% dan premium 81,1%. Namun per Juni 2017, porsi Premium tinggal 57,6% dan Perta Series menjadi 42,4%. (mca/wdl)











































