FGD sendiri merupakan proses pencampuran emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan zat pengikat agar kandungan sulfur yang dilepaskan ke atmosfer rendah. Umumnya, zat pengikat yang digunakan oleh PLTU adalah air laut. Hasilnya, PLTU Tanjung Jati B ramah lingkungan.
"Hingga hari ini PLTU Tanjung Jati B adalah satu-satunya PLTU di Indonesia yang menggunakan teknologi batu kapur," ujar General Manager PLN Pembangkit Tanjung Jati B, Ari Basuki, Selasa (22/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diakuinya, teknologi batu kapur memerlukan investasi lebih besar ketimbang air laut. Investasi peralatan FGD mencapai Rp 1,5 triliun untuk 2 X 710 MW. Sehingga dalam kurun waktu 10 tahun beroperasi, sulfur yang terkandung dalam emisi hanya berada di kisaran angka 100 mg/m3 dari baku mutu yang ditetapkan pemerintah saat ini sebesar 750 mg/m3.
"Kalau batu kapur memerlukan investasi sekitar 11-14 persen dari capital cost, sedangkan air laut hanya 7-10 persen," papar dia.
Meski bukan hal mudah untuk menjadi world class company. Maka, FGD menjadi solusi terhadap penilaian batu bara yang kotor, hitam dan tidak ramah lingkungan.
"Tidak hanya memenuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah, namun juga berusaha melampaui standar global dalam rangka ingin menjadi pemain kelas dunia," tandas Ari.
![]() |