Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat, Haryanto WS mengatakan, usia dari gardu induk rata-rata hanya mencapai 25-30 tahun. Jika usianya di atas itu maka sudah melewati batas dan kemungkinan operasional akan terganggu.
"Kalau enggak diganti, breakdown rusak, ya listriknya mati," tuturnya di Jakarta, Jumat (22/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kita kita lakukan rekondisi sampai 2018 harus sudah selesai," imbuhnya.
Rencananya seluruh gardu induk yang yang sudah uzur itu akan diganti dengan sistem GIS. Sebab teknologi tersebut paling cocok untuk wilayah perkotaan.
Teknologi GIS untuk gardu induk hanya memakan lahan sekitar 5 ribu meter persegi. Sementara untuk gardu induk konvensional memubutuhkan lahan minimal 1,5 hektare (ha) persegi.
Cuma, biaya untuk membangun satu gardu induk GIS lebih mahal ketimbang konvensional. Untuk GIS New Pulogadung misalnya, dana yang dihabiskan mencapai Rp 109,37 miliar.
"Tapi hitung-hitungannya lebih efisien. Untuk di Jakarta tanah per meter saja bisa sampai Rp 50 juta, coba dikalikan 1,5 hektar sudah berapa," imbuhnya.
Selain itu, gardu induk dengan sistem GIS juga memiliki kelebihan dari sisi keamanannya. Sebab jaringan listrik dari gardu induk tersebut dilapisi dengan gas SF6 yang mampu mengisolasi listrik dan pemadaman busur api.
"Kalau yang konvensional dulu itu kita enggak boleh dekat-dekat. Kalau disini jangankan dekat-dekat, kita pegang-pegang saja boleh. Tidak apa-apa. Sehingga keselamatan pekerja lebih terjamin," tuturnya.
Saat meresmikan GIS New Pulogadung, Haryanto pun membuktikannya dengan memegang perangkat utama dari GIS New Pulogadung tanpa kesetrum
Menurutnya dengan begitu proses maintenance juga lebih mudah dan efisien. Pekerja juga lebih tenang dalam bekerja, lantaran tak perlu khawatir tersengat listrik meski menyentuh dengan tangan kosong. (hns/hns)