Di depan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sri Mulyani mengungkapkan alasannya mengirim surat kepada Menteri ESDM dan Menteri BUMN terkait dengan utang PLN.
"Masalah PLN sesuai dengan tugas dari kami sebagai pengelola keuangan negara dan bagian dari memonitor resiko," kata Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika didanai oleh utang maka ada yang utangnya itu dalam bentuk pembayaran utang kembali plus bunganya, tetapi juga ada utang yang membutuhkan semacam guarantee dari pemerintah," jelas dia.
Total penjaminan dari PLN sampai saat ini sekitar 25% dari seluruh total utang PLN, dalam hal ini pemerintah meminta keringanan syarat (waiver) karena kondisi keuangan PLN, yaitu jumlah penerimaan biaya operasi di bawah dari kebutuhan untuk membayar utang dan cicilannya.
"Cicilannya yaitu di bawah 1 sekitar 71% di dalam covenant-nya saat mereka melakukan signing pinjaman itu, pinjaman yang tadi tercover DSR yaitu sekitar Rp 40 triliunan yang masih subject to DSR maka pada saat penerimaan PLN itu di bawah 1,5 x kewajiban mereka utang dan bunganya PLN harus menerima waiver kepada lender-nya dan dalam hal ini mereka harus minta Kemenkeu," papar dia.
Lanjut Sri Mulyani, dilihat untuk neraca keuangan PLN 2017, kondisinya di bawah satu, sehingga dirinya menulis surat peringatan untuk PLN.
"Makanya kami tulis itu karena sebagian adalah domain korporat PLN tapi sebagian adalah karena policy pemerintah, oleh karena itu surat itu ditujukan ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN, kami akan terus monitor kondisi keuangan PLN," tukas dia. (mkj/mkj)