Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik, menjelaskan penurunan laba bersih ini merupakan dampak dari kenaikan harga minyak sebesar 30%.
"Jadi kalau kita lihat, harga Indonesia Crude Price (ICP) rata-rata sembilan bulan di 2016 itu hampir US$ 38 miliar atau US$ 37,88 miliar. Rata-rata sembilan bulan di 2017 hampir naik 30%. Cost kita naik 30%, bahan baku naik, maka kenaikannya hampir 27%" kata Elia dalam paparan kinerja Pertamina di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angka EBITDA juga turun, walaupun secara persentase kecil. Bagaimana kalau sama dengan tahun 2016, mestinya kita itu untungnya masih US$ 3,05 miliar atau sekitar 7%-an," jelasnya.
Di sisi lain, pendapatan Pertamina tercatat US$ 31,38 miliar hingga kuartal III 2017, angka tersebut naik dari periode tahun sebelumnya yakni US$ 26,62 miliar.
"Sesuai formula, mustinya revenue kita ada di US$ 32,8 miliar. Karena tidak disesuaikan jadi hanya US$ 31,38 miliar. Ini hampir US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 19 triliun. Jadi kita kekurangan revenue karena harga tidak disesuaikan," jelasnya.
Penjualan bahan bakar minyak (BBM) hingga kuartal III 2017 mengalami kenaikan menjadi 5% menjadi 32,6 juta kiloliter (KL). Demikian pula penjualan non-BBM berupa gas domestik, petrokimia, dan pelumas naik 6%.
"Kelompok non BBM juga mengalami pertumbuhan 6%. Hampir sama persis dengan kondisi pertumbuhan tahun sebelumnya," tutupnya. (mkj/mkj)











































