Hampir 50% Bahan Baku Industri Petrokimia RI Masih Impor

Hampir 50% Bahan Baku Industri Petrokimia RI Masih Impor

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Kamis, 25 Jan 2018 12:58 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Kebutuhan bahan baku industri petrokimia meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, impor bahan baku berbasis migas, plastik dan olahan kimia lainnya juga mencatatkan angka yang besar.

Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin Indonesia, Johnny Darmawan, menilai belum ada perkembangan yang signifikan dalam industri petrokimia sejak tahun 2000-an.

"Tidak adanya perkembangan signifikan pada investasi di sektor petrokimia dalam dua dekade terakhir berdampak pada minimnya suplai kebutuhan akan produk petrokimia dari pabrikan dalam negeri," kata Johnny dalam FGD Industri Hulu Migas dan Petrokimia di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini kebutuhan bahan baku petrokimia dalam negeri 5,6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, baru bisa terpenuhi sekitar 2,45 juta ton per tahun dari dalam negeri. Alhasil, hampir 50% bahan baku industri untuk memenuhi permintaan sektor petrokimia masih berstatus impor.

"Pasar produk petrokimia, dari hulu, antara, hingga hilir sangat besar. Namun, pasar domestik dikuasai produk impor. Dengan struktur seperti itu, praktis industri petrokimia nasional sulit bersaing," ujar Johnny.

Kondisi ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah maupun pelaku usaha. Jika industri hulu migas dan petrokimia tidak segera dibenahi maka industri nasional belum bisa mengarah ke status industri jangka panjang yang berkelanjutan.

Sektor hulu industri perlu mendapatkan perhatian serius dalam penataan struktur industri nasional. Selain memasok berbagai jenis bahan baku untuk industri lainnya, industri petrokimia hilir juga menjadi menyuplai berbagai kebutuhan harian masyarakat.
"Industri petrokimia sebenarnya dapat memberikan kontribusi yang besar kepada negara untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku, menambah devisa dari produk-produk yang dapat diekspor, serta membuka lapangan kerja yang luas. Lebih dari itu, industri petrokimia juga punya posisi strategis dalam pembangunan industri secara keseluruhan dalam rantai produksi lintas sektor industri," kata Ketua Komite Tetap Industri Kimia & Petrokimia Kadin Indonesia Rauf Purnama.

Perlu perhatian pemerintah

Besarnya permintaan produk petrokimia dari sektor industri turunan di satu sisi belum dapat dipenuhi secara maksimal. Perbedaan harga bahan baku impor dan hasil industri petrokimia domestik juga menjadi persoalan tersendiri.

Tidak hanya bagi industri turunan, industri petrokimia pun mengalami kendala terkait pasokan bahan baku murah hingga suplai energi. Hal ini bisa berimbas pada harga jual produk yang dihasilkan yang juga sulit bersaing dengan harga bahan baku impor.

Untuk mendukung perkembangan industri petrokimia nasional diperlukan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi bagi industri berbasis migas dan petrokimia. Ketersediaan bahan baku dan energi dengan harga yang kompetitif akan meningkatkan kembali kontribusi sektoral industri petrokimia.

Selain itu, diperlukan kebijakan yang berpihak pada peningkatan produksi hingga penjualan produk domestik. Konsistensi kebijakan yang mendukung penguatan produk petrokimia nasional pun perlu mendapatkan perhatian.

Dengan adanya keberpihakan dari pemerintah dalam mendukung pengembangan TKDN dan pemanfaatan produk dalam negeri dalam memenuhi memenuhi kebutuhan bahan baku industri petrokimia turunannya. Diperlukan juga perhatian semua pihak terkait dukungan pada upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) berdasarkan kebutuhan Industri industri petrokimia.

Jika hal tersebut bisa mendapatkan perhatian serius maka diyakini industri petrokimia akan terus bertumbuh, berkontribusi lebih besar bagi pembangunan nasional. Selain itu juga dapat memasok kebutuhan domestik hingga ekspor, dan bisa menyerap tenaga kerja yang lebih besar. (ara/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads