Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan sejatinya perusahaan sangat menjaga diri dalam melakukan pinjaman. Walau begitu, tak memungkiri bahwa PLN juga butuh pinjaman untuk kegiatan operasinya.
"Tahun ini pinjam nggak? InsyaAllah kami pinjam. Kapan? Pada waktu yang tepat, bunga yang tepat, jumlah yang tepat, jadi ini yang kami tidak bisa katakan. Tapi insyaAllah kami akan lakukan pinjaman, berapa kira-kira tahun ini, ya sekitar Rp 50-60 triliun," kata Sarwono di kantor pusat PLN, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Jadi) Tergantung (kalau) lokalnya murah ya lokal sebagian besar, kalau mahal ya kita nggak. Kalau murah ya kita ambil sebagian, karena apa? Karena kita harus pinjam dolar juga, atau pijam valas juga, valuta asing, karena barang sebagian juga impor, untuk pembangkit-pembangkit juga impor," katanya.
Catatan utang PLN sendiri sejak tahun 2015 terus mengalami peningkatan hingga 2017. Pada 2015, penambahan pinjaman (additional loan) sebesar Rp 18,7 triliun, kemudian di 2016 sebesar Rp 22,4 triliun dan di 2017 sebesar Rp 42,5 triliun.
Namun demikian, kata Sarwono, pinjaman yang dilakukan PLN tidak akan mengganggu kinerja keuangan perusahaan. Sebab, dalam kurun waktu 2015-2017, secara kumulatif penambahan pinjaman PLN sebesar Rp 83,6 triliun, atau jauh lebih rendah dibandingkan tambahan penyerapan investasi yang sebesar Rp 190,7 triliun pada periode yang sama.
"Selama tiga tahun, hanya 43% pinjaman kita dari total investasi. Hal ini menunjukkan keuangan PLN yang sehat karena dapat memanfaatkan sumber pendanaan internal," tandas dia.











































