Dalam 2 tahun terakhir, Tim Unit Pembangunan Proyek Kelistrikan PLN di wilayah tersebut menemui sejumlah kendala menantang. Pertama, kendala teknis.
"Untuk membangun di Papua cukup menantang. Kesulitan yang ada di tempat tugas saya di Wamena itu tiang listrik dipotong-potong dikirim pakai pesawat terus disambung lagi. Kami di Dekai juga gitu kami harus melakukan pemotongan tiang. Dari pabrik dipotong, orang pabrik datang ke sini, ngelas lagi," jelas Manager UPPK Papua Barat dan 5 Kabupaten Papua, Yohanes Soedarmono di Kantor PLN Nabire, Papua, Minggu (29/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Papua akan Terang Benderang di 2019 |
Keadaan itu makin sulit, saat tim survei dihadapkan dengan kendala budaya. Contohnya, penduduk Papua yang nomaden karena berkebun. Hal ini membuat sebaran penduduk sulit untuk diprediksi. Padahal penting untuk menentukan kebutuhan listrik di daerah tersebut.
"Bahkan di pegunungan Dekai dulu nenek moyang mereka disemayamkan di pohon. Jadi kalau kita mau nebang (untuk kebutuhan lahan listrik) sulit. Ada yang bisa dilakukan dengan upacara untuk bisa mengeksekusi pohon itu. Yang nebang itu bukan kita tapi keluarganya, kita harus banyak cara supaya bisa melayani," cerita Soedarmono lagi.
Selanjutnya adalah masalah biaya, desa-desa yang terletak di pelosok membuat tenaga dan biaya pemasangan tinggi.
"Yang pasti jauh (bedanya dengan Jawa) bisa 3-4 kali lipat. Itu biaya untuk wilayah yang terjangkau di darat dan laut. Sementara udara lebih tinggi lagi karena sewa heli aja kurang lebih Rp 60-an juta 1 jam lebih dr 1 jam 2 kali lipat itu baru pergi doang. Itu yang berat, survei berat eksekusi juga berat. Kalau seandainya oke harus menggunakan helikopter khusus," sambung dia.
Oleh karenanya, pengabdian untuk memberi 'terang' di Papua bagi Soedarmono itu adalah bentuk nasionalisme yang hakiki.
"Harus punya ketabahan dan punya waktu, karena anggota kami terbatas, kantor kami itu kebanyakan kosong karena ada yang survei, kami awasi pekerja. Kita harus tahan banting. Makanya kita butuh banyak SDM yang ke sini," harap dia.
Beruntung, kerja Soedarmono dan rekan PLN Nabire terbantu melalui program Ekspedisi Papua Terang yang diisi oleh 500 tenaga ahli LAPAN, mahasiswa, TNI AD, dan relawan lainnya.
Baca juga: Pembekalan Tim Ekspedisi Papua Terang |
Sejak kemarin hingga hari ini, para sukarelawan itu terbang ke 5 titik di Papua dan Papua Barat yaitu Jayapura, Wamena, Timika, Nabire, dan Marauke.
Selama sebulan lebih mereka akan bekerja mencari potensi listrik yang bisa menerangi desa yang masih gelap. Bahkan 5 universitas seperti UI, ITB, UGM, Uncen, dan ITS akan berkontribusi menjalankan survei data desa, survei potensi energi baru dan terbarukan, serta survei pembangunan kelistrikan Papua. Hasil ini akan menjadi masukan bagi PLN untuk membangun listrik di wilayah tersebut.
Saksikan juga video 'Masalah Listrik di Jatim, Emil Dorong Sinergi dengan PLN':
(ega/zlf)