Berdasarkan keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi Indonesia mencapai 28,5 giga watt (GW) yang terdiri dari total cadangan sebesar 17,5 GW dan sumber daya sebesar 11 GW.
Namun, kapasitas terpasang untuk PLTP saat ini baru 1.948,5 MW. Artinya, peluang panas bumi untuk terus dikembangkan masih besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
6 Perusahaan Ditugaskan
|
Foto: Muhammad Ridho
|
Enam perusahaan itu, pertama, PT Star Energy. PSPE ini untuk daerah Gunung Hamiding, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara dengan rencana investasi US$ 23,69 juta. Lalu, di Suoh Sekincau Selatan, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dengan rencana investasi US$ 15,53 juta.
Kedua, PT Hitay Energy untuk Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Lahat Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan, dan Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu dengan rencana investasi US$ 6,18 juta. Serta, PSPE di daerah Geureudong, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh dengan rencana investasi US$ 29,26 juta.
Ketiga, PT EDC Indonesia untuk PSPE di Graho Nyabu, Kabupaten Merangin, Kabupaten Provinsi Jambi dan Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu dengan rencana investasi US$ 10,05 juta.
Keempat, PT Optima Nusantara Energi mendapat PSPE di Simbolon Simosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera dengan rencana investasi US$ 39,50 juta.
Kelima, PT Sumbawa Timur Mining mendapat PSPE di Hu'u Daha Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan rencana US$ 11,57 juta.
Keenam, PT ORMAT Geothermal Indonesia untuk PSPE di Klabat Wineru, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara dengan rencana investasi US$ 11,19 juta.
Mau Cari Harta Karun Energi, Pengusaha Harus Buka Jalan Dulu
|
Foto: Muhammad Ridho
|
"Biasanya pengembangan panas bumi kan, teman-teman pengembang harus buka jalan dulu, harus bangun infrastruktur dulu. Inilah yang membikin ongkosnya lebih mahal," kata dia JCC Senayan Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Menurut Ida, masalah akses ini juga yang membuat pengembangan panas bumi menjadi lama. Sebab, pengembang harus mengurus perizinan hingga waktu untuk pembuatan jalan.
"Karena sumber daya panas bumi kebanyakan di gunung-gunung yang jauh dari sana-sini dan transportasi terbatas, jalan kalau syukur ada, ini yang bikin panas bumi pengembangannya lama," terangnya.
"Jalan lama, begitu mau bikin jalan harus izin kan, nggak langsung ujuk-ujuk datang langsung bangun jalan, harus izin pemda itu yang bikin eksplorasi lama," imbuhnya.
Ida melanjutkan, pada tahap eksplorasi pengembang biasanya membutuhkan waktu normal antara 3-5 tahun.
"Panas bumi seperti yang disampaikan eksplorasi lama, izin harus kulonuwun dulu, survei awal ada indikasi, baru bangun jalan, buka jalan. Itu butuh kalau normal 3-5 tahun, tapi dalam perizinan kita mereka dikasih sampai 7 tahun dari survei sampai eksplorasi," jelasnya.
Untuk biaya produksinya, kata dia, mencapai US$ 4 juta per MW. Biaya produksi ini juga termasuk ongkos infrastruktur di dalamnya.
"Kalau sekarang ini US$ 4 juta per MW. Itu tadi yang bikin unsur pembangunan infrastruktur segala macam masuk di sana," terangnya.
Jonan Minta Produk Lokal Diutamakan
|
Foto: Grandyos Zafna
|
Melihat kondisi itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta para pengusaha yang bergerak di sektor panas bumi untuk menggunakan produk lokal.
"Kita belakangan apa, kurs rupiah kayaknya perlahan melemah dari dolar AS. Saya menyarankan, padahal wajib ya, penggunaan produksi dalam negeri lokal harus diutamakan," kata Jonan dalam acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2018 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
IIGCE 2018 sendiri merupakan acara yang digelar Asosiasi Panasbumi Indonesia (API). Acara ini dihadiri oleh pengusaha, pakar, dan peneliti.
Jonan mengatakan, ketentuan produk lokal juga untuk badan usaha yang mendapat pinjaman dari luar negeri.
"Pak, saya mitra asing, pinjaman luar negeri, apa harus produk dalam negeri? Jawaban harus, selama tersedia, karena menciptakan multiplier effect, lapangan kerja," ujar Jonan.
Jonan kembali menekankan, badan usaha mesti mengupayakan produk dalam negeri.
"Sebisa mungkin produksi dalam negeri atau lokal," ungkapnya.
15.200 MW Proyek Kelistrikan Ditunda, Begini Nasib Panas Bumi
|
Foto: Grandyos Zafna
|
Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, proyek pembangkit listrik panas bumi tetap jalan. Jonan mengatakan, tahap eksplorasi untuk PLTP sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Anda tanya, panas bumi bagaimana? Ini eksplorasi masih lama, eksplorasi paling cepat mungkin 2-3 tahun, pembangunan 4 tahun. Ini masih lama jalan aja. Saya katakan kalau panas bumi kalau eksplorasi masih panjang," ujar Jonan di JCC Senayan Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Jonan menerangkan, penundaan proyek kelistrikan untuk mengurangi kecepatan impor. Terlebih, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan belakangan ini.
"Gini penundaan ini itu ada beberapa hal, kita mengurangi pertumbuhan atau kecepatan impor barang, misalnya kalau nggak perlu ditunda karena pelemahan kurs rupiah belakang juga menjadi hal sangat diperhatikan," kata Jonan.
Selanjutnya, Jonan mengatakan, penundaan ini menimbang permintaan listrik. Tahun ini pemerintah memperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik 8%, tapi realisasi sampai kuartal II 2018 baru sekitar 4%.
"Kedua demand-nya bergeser, misalnya tahun ini permintaan listrik diprediksi kalau UU APBN 2018 kira-kira 8% sampai triwulan II 4% lebih, kami lihat mungkin sampai akhir tahun paling banyak 6%. Jadi ada berapa pembangunan belum financial close atau belum disetujui pemerintah kita minta digeser setahun-dua tahun ada 2026," tutupnya.
Soal Impor Minyak, Sri Mulyani Ingatkan Krisis Islandia
|
Foto: Muhammad Ridho
|
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebelum tahun 1990-an Islandia merupakan negara yang bergantung pada minyak. Ketika kebutuhan minyak meningkat, negara tersebut melakukan impor minyak semakin besar.
Kebutuhan minyak yang besar membuat negara ini mengalami defisit neraca pembayaran. Kondisi itu kemudian menyeret Islandia ke dalam krisis.
"Setiap kali terjadi kebutuhan energi mereka impor fuel sangat banyak kemudian membuat neraca pembayaran defisit dari sisi impor. Iceland mengalami krisis, baik neraca pembayaran combine dengan krisis perbankannya," kata dia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Sejak krisis, akhirnya Islandia mengubah kebijakan negaranya. Negara ini tak mau bertumpu lagi pada minyak sebagai sumber energi utamanya. Islandia kemudian mengembangkan energi lain yakni panas bumi yang bertahap mengeluarkannya dari krisis.
"Karena dia memiliki potensi geothermal yang besar, Iceland tidak lagi harus impor minyak memenuhi energi di dalam rangka menghangatkan saat winter dan mendinginkan saat panas," ujarnya.
Sebab itu, Indonesia mesti mengembangkan sumber energi lain. Menurutnya, pengembangan sumber energi ini bukan karena Indonesia punya potensi sumber alam, namun karena berkaitan dengan ekonomi nasional.
"Tidak hanya karena memiliki resources potential tapi untuk ekonomi memiliki pilihan energi," ujarnya.
"Kalau Indonesia mau belajar dari negara yang pernah mengalami krisis ekonomi yang di-trigger ketergantungan pada energi satu sisi yaitu Iceland yang dekat kutub, yang dekat North Norwegia," tutupnya.
Halaman 2 dari 6











































