BPK menemukan dalam Kontrak Karya, PTFI sudah menggunakan 453.533 Ha hutan lindung. Menariknya PTFI menggunakan wilayah hutan lindung jtu tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Dari situ PTFI sebelum menyelesaikan transaksi dalam upaya divestasi dengan Inalum, harus membayar sejumlah tagihan yang akan masuk sebagai PNBP.
PTFI Akan Ditagih Rp 460 Miliar
|
Foto: Ardhi Suryadhi
|
Dalam acara ini hadir sebagai pembicara Anggota IV BPK RI Rizal Djalil, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
"Dalam pemeriksaan penerapan kontrak karya PTFI terdapat temuan yang signifikan yaitu penggunaan hutan lindung seluas 453.533 Ha tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan pembuangan limbah tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem," kata Rizal di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Selain itu, kata Rizal terdapat permasalahan kekurangan penerimaan negara berupa PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi total sebesar US$ 1.616.454,16.
Untuk urusan IPPKH seluas 4.535,93 Ha sudah pada tahap finalisasi oleh Kementerian LHK dan selanjutnya akan ditagihkan PNBP IPPKH beserta kwa total sebesar Rp 460 milliar.
Lalu untuk permasalahan kekurangan penerimaan negara dalam bentuk PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi total sebesar US$ 1.616.454,16 sudah diselesaikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Inalum Ikut Bayar Tagihan
|
Foto: Rachman Haryanto
|
Head of Corporate Communication Inalum Rendi Witular mengatakan bahwa pihaknya akan menanggung beban sebesar 9,36% dari total yang ditagihkan senilai Rp 460 miliar. Beban itu sesuai dengan kepemilikan Indonesia saat ini di PTFI
"Inalum sebagai pemegang saham lama 9,36%," jelasnya kepada awak media.
Untuk masalah kekurangan penerimaan negara dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi sebesar US$ 1.616.454,16 telah diselesaikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait hal itu Inalum juga ikut menanggung beban sesuai dengan porsi saham.
Urusan Lingkungan Selesai, RI Siap Caplok Freeport
|
Foto: Ardhi Suryadhi
|
"Kita menargetkan IUPK final sebelum akhir tahun 2018. Ini tanggal 19 mudah-mudahan sebelum akhir tahun. Kalau bisa selesai besok pasti media diundang," ujarnya di Gedung BPK.
Persyaratan itu pertama, PTFI harus melakukan divestasi saham sebesar 51% untuk kepemilikan peserta Indonesia, sesuai Kontrak Karya dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Untuk persyaratan ini, kata Jonan sudah siap tinggal menunggu transaksi yang dilakukan oleh PT Inalum.
Sementara untuk transaksi itu menunggu keluarnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui rekomendasi dari Gubernur Papua. Pihak KLHK sendiri mengatakan IPPKH akan keluar hari ini atau paling lambat besok.
"Kedua soal kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), ini juga sudah oke," ujarnya.
Syarat ketiga, lanjut Jonan, penerimaan negara yang secara agregat lebih besar daripada penerimaan negara melalui Kontrak Karya. Menurutnya syarat itu sudah diselesaikan di Kementerian Keuangan.
"Kemarin Bu Sri Mulyani bilang sudah selesai, sudah sepakat. Mungkin besok pagi terbit," tambahnya.
Lalu keempat terkait perpanjangan operasi produksi. Menurut Jonan terkait masa operasi produksi tetap akan dilakukan 2x10 tahun, sesuai ketentuan perundang-undangan.
Untuk tahap awal IUPK akan diberikan hingga 2031. Kemudian 5 tahun sebelum IUPK habis PTFI boleh mengajukan perpanjangan kembali dan akan di-review oleh pemerintah.
BPK Sarankan Pemda Papua Beli Saham PTFI Pakai Dividen
|
Foto: Ardhi Suryadhi
|
Anggota IV BPK RI Rizal Djalil mengatakan BPK sebenarnya menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah terkait mekanisme penyerahan saham sebesar 10% kepada masyarakat Papua. Namun, BPK menyarankan agar lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan masalah.
"Berdasarkan pengalaman empiris dan pemeriksaan BPK terhadap BUMD yang bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu, selama ini selalu menimbulkan masalah dan penyimpangan," ujarnya di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Untuk menghindari permasalahan tersebut, BPK menyarankan agar 10% jatah saham Pemprov Papua tidak dilakukan dengan penyetoran modal. Caranya bisa dilakukan pembayarannya dengan pemotomgan jatah dividen setiap tahunnya.
Dia menjelaskan, Pemprov Papua tetap akan mendapatkan jatah kepemilikan 10%, namun uangnya berasal dari hak dividen yang didapat. Sehingga tidak menggunakan sumber uang dari APBD.
"Jadi tidak perlu repot. Kalau pakai APBD itu harus izin ke DPRD dulu juga. Kalau musti melakukan itu prosesnya juga bisa lama," tambahnya.











































