Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) itu sudah rampung dan siap diproses di Kementerian Sekretariat Negara (Setneg). Menurutnya, kemungkinan rancangan itu tak dibahas lagi melalui rapat terbatas (ratas).
"Mungkin nggak ratas, langsung ke Setneg mungkin karena sudah diperiksa. Mudah-mudahan nggak ada yang masalah lagi," kata Luhut di kantornya, Selasa (5/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, apa saja yang diperlukan untuk mengembangkan mobil listrik? Berikut berita selengkapnya:
Bisa Lebih Mahal hingga 40% Tanpa Insentif
Foto: Dana Aditiasari
|
Insentif itu salah satunya terkait pajak. Agus sendiri mengaku terlibat dalam pembahasan Perpres terkait mobil listrik ini. Perpres itu, lanjutnya, juga memuat terkait insentif tersebut.
"Intinya di situ pertama, insentif pertama. Kalau mobil listrik masih mahal, kalau tidak diberikan insentif tidak akan laku. Insentif itu termasuk misalnya PPnBM kalau dia impor, pajak spare part dan sebagainya, harus ada insentifnya dan kini sudah diteguhkan. Nanti diatur dengan aturan turunnya dengan Permen," katanya kepada detikFinance.
Agus menambahkan, tanpa insentif tersebut, mobil listrik akan 30 hingga 40% lebih mahal dibanding dengan mobil berbahan bakar minyak.
"Kalau tidak dikasih insentif harganya bisa lebih mahal 30-40%, jadi nanti nggak ada yang beli. Makanya kalau insentif paling tidak harganya sama berbahan bakar bensin atau solar," sambungnya.
Pengamat Energi Fabby Tumiwa menjelaskan, kunci pengembangan mobil listrik ialah harga yang terjangkau. Sebab itu, dia mengatakan, perlu insentif baik sisi produksi (industri) maupun konsumsi (pasar).
"Menurut saya, saat ini adalah membangun pasar kendaraan listrik dulu (mobil, bis, motor). Jadi yang didorong adalah insentif bagi konsumen tapi pemerintah menetapkan standar teknologi yang tinggi," ujarnya.
"Sembari industri dibangun. Caranya beri insentif agar produsen mobil listrik berbasis battery membangun fasilitas produksi di Indonesia. Insentifnya bisa tax holiday, pajak perusahaan dan sebagainya," tambahnya.
Dia menambahkan, harga rata-rata mobil listrik sendiri saat ini di kisaran US$ 30 ribu hingga US$ 75 ribu atau sekitar Rp 420 juta-Rp 1 miliar (kurs: Rp 14.000/US$).
"Harga mobil listrik sekarang berkisar antara US$30 ribu-US$75 ribu. Rata-rata di kisaran US$ 30 ribu-US$ 45 ribu untuk jarak tempuh 250-350 km pengisian untuk jenis Battery EV (BEV)," tutur Fabby
Bocoran Aturan Mobil Listrik
Foto: Dana Aditiasari
|
"Iya, sudah selesai dan sudah dikirim ke Setneg. Perpresnya tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan," katanya.
Dia menerangkan, inti dari aturan tersebut ialah percepatan program kendaraan bermotor listrik. Intinya, memuat insentif fiskal maupun non fiskal.
Soal insentif fiskal, Perpres tersebut mengamanatkan pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam aturan itu belum secara terperinci memuat pengurangan PPnBM.
"Tidak tercantum secara eksplisit, akan diatur oleh Kemenkeu, Perpres hanya minta untuk dikurangi," ujarnya.
Lalu, ada juga insentif pengurangan pajak, tarif, atau bea masuk impor kendaraan dalam bentuk completely knock down (CKD) ataupun incompletely knocked down (IKD) maupun komponennya. Pengurangan tersebut berkaitan dengan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"TKDN tinggi, tarif impor tinggi, TKDN rendah tarif impor rendah," ujarnya.
Dia mengatakan, Pepres ini juga memberi insentif non fiskal terkait tambah daya listrik, fasilitas parkir, pembatasan jalan dan lain-lain.