Kepala BPH Migas Fanshrullah Asa mengatakan, dengan adanya PP baru ini kontribusi sektor hilir migas melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jadi sebesar Rp 1,3 triliun. Nilai itu turun Rp 300 miliar jika dibandingkan iuran saat PP 01 tahun 2006 digunakan, yang bisa mencapai Rp 1,6 triliun.
"Jadi saya sudah dapat data bahwa PNBP BPH Migas kalau tadi masih menggunakan PP 01 2006 estimasi kami tahun ini BPH akan dapat dana sekitar Rp 1,6 triliun, dan itu angka tertinggi sejak BPH migas berdiri. Tahun lalu aja cuma Rp1,2 triliun," kata Fanshurullah di kantornya, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Iuran Badan Usaha ke BPH Migas Dipangkas |
Namun menurutnya, pemangkasan yang dilakukan ini berdasarkan permintaan dari badan usaha. Bahkan menurut pria yang disapa Ifan ini, pemangkasan ini dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"Tapi nggak masalah. Karena niat kami sebagai BPH migas merespons harapan masukan badan usaha ada 150 niaga umum. Kalau 35 di bidang pengangkutan itu bisa mengurangi dari 0,75%. Nggak apa-apa yang penting berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi, itu poinnya," pungkas Ifan.
Ifan justru mengatakan, meskipun pendapatan BPH Migas turun, jumlahnya masih banyak yang surplus. Dia mencontohkan anggaran BPH Migas saat pendapatan menyentuh Rp 1,6 triliun saja, hanya digunakan kurang dari Rp 200 miliaran saja.
"Nah tapi yang penting kami sampaikan yang kami dapat Rp1,6 triliun tadi yang dipakai BPH berapa? Sekarang saja enggak sampai Rp 200 miliar," kata Ifan.
Anggaran BPH Migas sendiri pada tahun 2020 ditetapkan Rp 247 miliar sedangkan pendapatannya diprediksi sekitar Rp1,3 triliun.
"Tahun depan 2020, yang dianggarkan itu Rp247 miliar. Artinya masih ada Rp1 triliun yang belum terpakai untuk kepentingan hilir migas," papar Ifan.
(fdl/fdl)











































