"Kalau kita sekarang ini sekitar 20 juta ton (slag) per tahun. Tapi nanti ke depan sampai tahun 2021 yaitu sekitar 35 juta ton," tutur Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Yunus mengatakan, slag tersebut bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Misalnya untuk pondasi jalan, pengerasan jalan, untuk industri semen, infrastruktur, dan membuat batako. Cuma, pemanfaatan itu belum dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian yang kedua ada bagusnya nanti misalnya kalau satu tambang, satu integrated antara smelter dengan tambangnya kan slag-nya kan susah itu ya di kemanain. Ya sudah kan di situ ada lubang tambangnya ada apa, nah kemungkinan bisa dikaji di situ sebagai reklamasi. Ya reklamasi kan bisa menutup juga," terangnya.
Pada rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pagi ini, Yunus mengatakan pemerintah sedang membahas regulasi agar slag ini bisa dimanfaatkan.
"Intinya kita sedang membahas bagaimana kemudahan-kemudahan untuk memanfaatkan slag. Jadi slag itu kan dikategorikan sebagai limbah B3, nah bagaimana supaya slag ini bisa dimanfaatkan. Kedua, bagaimana memberikan kemudahan ketika dimanfaatkan, kemudahan perizinannya," kata Yunus.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meyatakan akan menyesuaikan regulasi yang ada untuk bisa memanfaatkan limbah nikel yang tak mengandung racun. Dia menerangkan, dari 1 ton tanah kandungan nikelnya hanya 1,7 kg. Sisanya, jadi limbah yang tidak digunakan.
Sebab, selama ini perlakuan limbah nikel masih dipukul rata dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) lainnya karena volumenya yang besar. Untuk itulah, pemerintah saat ini sedang mencari cara agar bisa mengelola limbah tersebut.
(fdl/fdl)