Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka suara soal kontrak jual beli LNG dengan perusahaan Mozambik yang bermasalah.
Hal itu sebelumnya disinggung oleh Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia mengatakan kontrak tersebut bermasalah dan sedang dilakukan audit soal kelanjutannya.
Kontrak yang bermasalah ini berawal dari perjanjian jual beli (SPA) dengan dengan Anadarko Petroleum Corporation pada Februari 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjanjian itu Pertamina akan membeli LNG dari Mozambik LNG1 Company Pte Ltd, entitas penjualan bersama yang dimiliki Mozambik Area 1 co-venturer. Perjanjian itu berlaku untuk 1 juta ton LNG per tahun (MTPA) dengan jangka waktu 20 tahun.
Berikut fakta-fakta yang dibeberkan Dirut Pertamina:
1. Pembicaraan Dilakukan Sejak 2013
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Nicke menjelaskan kontrak itu sebetulnya sudah mulai dibicarakan sejak tahun 2013. Kemudian, kedua perusahaan menandatangani Head of Agreement (HoA) pada 8 Agustus 2014.
Lalu, keduanya melakukan negosiasi perjanjian jual beli alias SPA pada 2017. Rencananya, Pertamina membeli LNG dari Mozambique LNG1 Company Pte Ltd yang merupakan entitas penjual gas produksi anak usaha Anadarko, Mozambique Area 1.
SPA terkait kerja sama tersebut selesai pada 2018 dan ditandatangani pada 2019 dan hasil LNG akan dikirim mulai 2025.
"Secara garis besar kontrak 1 juta ton per tahun itu setara 17 kargo selama 20 tahun. Ini mulai dikirim 2025," ucap Nicke dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/2/2021).
2. Dihitung Pakai Neraca Gas 2018
Nicke menjelaskan kontrak jangka panjang ini dilakukan menggunakan perhitungan neraca gas 2018, di dalamnya menyebutkan bahwa cadangan gas di Indonesia akan mengalami defisit di tahun 2025.
"Jadi itu dilakukan sesuai neraca gas nasional yang dikeluarkan 2018, di mana di dalamnya disebut akan terjadi defisit suplai gas pada tahun 2025," kata Nicke.
Simak juga video '3 Pukulan Telak Corona Buat Pertamina, Apa Saja?':