Salah satu kunci penting untuk mempunyai lingkungan kerja yang andal di sektor minyak dan gas bumi adalah dengan meningkatkan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). K3 memegang peran penting karena dengan budaya K3 yang baik maka angka kecelakaan kerja dapat ditekan seiring dengan produktivitas yang juga meningkat.
Dalam rentang kurun waktu Januari sampai dengan Oktober 2020, tercatat 177 ribu kasus kecelakaan kerja berdasarkan laporan dari BPJS Ketenagakerjaan. Angka itu belum termasuk kecelakaan yang tentunya belum tercatat jika pekerja belum mempunyai BPJS Ketenagakerjaan sehingga angka yang terjadi di lapangan bisa lebih besar.
Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) pun menindaklanjuti penerapan budaya K3. PDSI telah mengirimkan sejumlah pekerjanya untuk mengikuti Pelatihan Pengawas K3 di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM Migas).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PDSI merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero) yang telah beroperasi selama lebih dari 10 tahun. Perusahaan ini bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi pengeboran minyak dan gas bumi, serta panas bumi yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, mulai dari Jawa, Sumatera, hingga Kalimantan.
Tak mengherankan jika dalam lingkup kerjanya yang mempunyai risiko tinggi dalam industri migas. Oleh karena itu, PDSI terus meningkatkan kompetensi bidang K3 migas.
Dalam pelatihan selama 2 hari ini, salah satu pengajar K3 PPSDM Migas Martono mengungkapkan selepas mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta mempunyai budaya K3 yang mampu mencegah dan meminimalkan kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para pekerja industri migas.
"Tujuan dari pelatihan ini salah satunya juga untuk untuk mengukur kompetensi pekerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja di industri migas sesuai dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan meliputi meliputi kompetensi penanggulangan keadaan darurat, penggunaan alat pelindung diri, Self Contained Breathing Apparatus (SCBA), alat uji gas dan sound level meter, penerapan safety permit dan forcible entry, pengawasan pelaksanaan manajemen K3 dan aspek kesehatan lingkungan kerja di industri migas, inspeksi K3, analisis risiko dan audit K3 di industri migas," tambah Martono dalam keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).
Senada dengan tujuan pelatihan ini, Manager HSE PDSI Mas Rakhmatsyah menekankan PDSI telah menjadikan budaya K3 menjadi prioritas utama dan komitmen bersama mulai dari Posisi Top Management sampai level Pekerja terbawah. Menurutnya. pekerja yang telah mengikuti dan lulus Pelatihan Pengawas K3 di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM Migas) sudah mempunyai bekal yang lebih dari cukup terkait aturan K3 dan penerapannya dalam lingkungan kerja.
Sehingga, lanjutnya, mereka mampu menjadi agen perubahan dengan berperan sebagai Subject Matter Expert yang dalam kesehariannya dapat melakukan perannya sebagai fasilitator, advisor dan assurance kepada rekan-rekannya di lapangan.
Sehingga tujuan untuk membentuk budaya K3 yang Generative dapat tercapai yakni semua pekerja sudah berperilaku secara K3 yang benar dan tidak hanya sekadar memahami tetapi setiap fungsi dan personil PDSI bahkan harus mampu membudayakan unsur-unsur K3 dalam setiap kegiatannya sehari-hari.
"Berperilaku aman harus tertanam dalam setiap personel di PDSI karena kita semua bekerja di lingkungan pengeboran oil dan gas yang high risk, high capital dan high technology. Supaya pekerjaan dapat dijalankan dengan aman dengan tidak ada kecelakaan, tidak mencederai pekerja dan tidak merusak lingkungan," tutup Rakhmatsyah.
(fhs/hns)