Jakarta -
Indonesia sedang merencanakan pembangunan smelter untuk hasil tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebuah perusahaan China, Tsingshan menawarkan diri untuk membangun smelter di Halmahera.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak. Di sisi lain, pihaknya juga sedang menyiapkan proses pembangunan smelter di Gresik.
"Kami mendapatkan tawaran juga dari pihak lain dalam hal ini dari pihak Tsingshan untuk ada alternatif untuk ke Halmahera," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (31/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya yang sudah dikeluarkan oleh holding BUMN tambang untuk membangun smelter di Gresik mencapai US$ 300 juta, setara Rp 4,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Pada kesempatan RDP tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mendapatkan informasi bahwa Tsingshan dan PTFI akan melakukan kesepakatan Kamis, 1 April 2021. Info itu, kata dia didapat dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
"Saya ingin menanyakan kalau nggak salah besok (red: hari ini) tanggal 1 April itu ada kesepakatan Tsingshan dengan PT Freeport ini katanya Pak Luhut. Nah akhirnya di mana yang namanya pembangunan smelter ini?," tanyanya.
Benarkah perusahaan China tersebut dipakai akan membangun smelter Freeport? Lanjut ke halaman berikutnya.
Orias mengatakan masih melakukan pembahasan apakah smelter akan tetap dilanjutkan dibangun di Gresik atau pindah ke Halmahera.
"Ini kita melakukan pembahasan keputusan apakah akan di Halmahera atau terus di Gresik itu belum diambil. Tetapi yang pasti di Gresik kita tetap jalan dan yang dikeluarkan di Gresik itu investasinya sudah hampir sekitar US$ 300 juta. Jadi itu memang kita tetap serius di sana sampai keputusan final kita akan ke mana," paparnya.
Dia menjelaskan, hitung-hitungannya kalau pembangunan smelter tetap di Gresik butuh biaya sekitar US$ 2,6-3 miliar, dan pembiayaannya melalui Freeport lewat pinjaman.
Sementara itu, jika smelter dibangun di Halmahera bersama Tsingshan, mayoritas didanai perusahaan asing itu. Jadi itu tidak terlalu membebani.
"Kita akan sekitar 25% atau 30%, dan 70% adalah mitra dari China yaitu Tsingshan. Itu struktur yang diperhitungkan supaya dana yang akan dikeluarkan oleh Freeport itu tidak terlalu besar. Itu hitung-hitungan yang membuat mengapa kita harus memikirkan alternatif itu," tambah Orias.
Orias juga buka-bukaan bahwa membangun smelter rugi bila industri hilirnya tidak dibangun.
"Apakah rugi? dari kita ya iya jelas rugi. Tapi kan ini wajib bangun, kita bangun. Jadi posisi dari kami karena memang diwajibkan membangun ya kami akan bangun. Tapi memang bahwa ini menyebabkan kerugian ya rugi," tambahnya.