PT Tambang Mas Sangihe (TMS) per tahun ini mulai mendapatkan izin untuk menambang emas di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Penunjukan PT TMS sendiri mendapatkan penolakan dari banyak pihak, utamanya masyarakat sekitar.
Penolakan makin menjadi setelah minggu kemarin Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong, salah satu tokoh yang menolak tambang emas di Sangihe meninggal secara tiba-tiba saat naik pesawat.
Lantas siapa PT TMS sebenarnya yang jadi pihak di balik tambang emas Sangihe?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip detikcom dari Minerba One Data (MODI) Kementerian ESDM, Minggu (13/6/2021), PT TMS merupakan perusahaan patungan yang terdiri dari 4 pihak. Mereka memiliki izin kontrak kerja 4.200 hektare di Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan nomor perizinan 163.K/MB.04/DJB/2021.
Dari data tersebut disebutkan saat ini PT TMS memasuki tahap operasi produksi dengan komoditas berupa emas. Adapun izin didapatkan PT TMS sejak 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054.
PT TMS dimiliki 70% oleh Sangihe Gold Corporation, korporasi tambang asal Kanada yang memiliki kantor di Jakarta.
30% kepemilikan sisanya diambil oleh perusahaan lokal. Rincian pembagiannya, PT Sungai Belayan Sejati 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11%, dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%.
PT TMS memiliki kantor dengan alamat Gedung Noble House lantai 30 di Jalan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, Kav E42.2 No 2 Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Perusahaan ini dinakhodai seorang asing bernama Terrence Kirk Filbert. Dia menjadi direktur utama PT TMS sejak 10 Juli 2018.
Dari penelusuran detikcom, Terrence juga pernah menjabat sebagai managing director pada Borneo Resource Investments Ltd, perusahaan pertambangan emas Amerika Serikat. Perusahaan itu pernah beroperasi di Ratatotok, Minahasa Tenggara.
Terrence juga pernah menjabat Managing Director Big Blue Resources Ltd yang menambang batubara di Kalimantan Tengah dan Timur.
Sebelumnya, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas kontrak karya yang ditandatangani oleh pemerintah dan PT TMS pada 1997.
Di sisi lain, Pemprov Sulut pun telah menerbitkan izin lingkungan untuk PT TMS pada 15 September 2020. Dia menyatakan total luas area kegiatan pertambangan di Sangihe hanya 65,48 hektare (ha) dari total 42 ribu hektare lahan yang diberikan kepada PT TMS di Sangihe.
"Di mana dalam izin lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 ha dari total luas wilayah sebesar 42 ribu ha," kata Ridwan kepada detikcom, Sabtu (12/6/2021).
Ridwan membeberkan, berdasarkan data pihaknya, dari total luas wilayah kegiatan pertambangan PT TMS, yang prospek untuk ditambang hanya 4.500 hektare. Dia menyebut luas wilayah itu kurang dari 11% dari total luas wilayah kontrak kerja PT TMS di Sangihe.
(dna/dna)