Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Sahid Junaidi mengatakan implementasi cofiring pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berpotensi meningkatkan skala ekonomi biomassa.
Pasalnya, kata dia, biomassa untuk cofiring bisa diambil dari limbah pertanian, limbah industri pengolahan kayu, hingga limbah rumah tangga serta tanaman energi yang ditanam pada lahan kering atau dibudidayakan pada kawasan Hutan Tanaman Energi seperti pohon Kaliandra, Gamal dan Lamtoro.
"(Adapun) tantangan terbesar dalam implementasi cofiring biomassa adalah upaya untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa dengan tetap memperhatikan aspek keekonomian. Sehingga nantinya harga listrik yang dihasilkan tetap terjangkau dan tidak melebihi biaya pokok penyediaan (BPP) yang ditetapkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dia mendukung upaya yang telah dilakukan PLN untuk terus mencari peluang-peluang pemanfaatan biomassa, melakukan komitmen dengan pemasok biomassa besar seperti Perhutani, PTPN, dan Shang Hyang Seri, serta mendorong berkembangnya pasar biomassa skala menengah dan kecil.
"Kami berharap upaya-upaya ini terus dilanjutkan di setiap titik lokasi PLTU di Indonesia sehingga nantinya akan tercipta pasar demand & supply yang semakin besar dan keekonomian serta economics of scale yang semakin baik," imbuhnya pada acara Launching Go Live Komersial Cofiring PLTU Indramayu, PLTU Paiton 9 dan PLTU Tanjung Awar Awar yang diselenggarakan secara daring, Senin (21/6) lalu.
Sebagai informasi, PT PLN (Persero) telah berhasil melakukan implementasi cofiring atau pencampuran biomassa dengan batu bara pada 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga Juni 2021. Dari proyek cofiring tersebut, PLN mampu menghasilkan energi hijau dari ekivalen kapasitas pembangkit 189 Mega Watt (MW).
Dari total 17 PLTU yang menggunakan biomassa secara komersial tersebut, sekitar 12 PLTU tersebar di Jawa dan 5 lokasi di luar Jawa. Pembangkit-pembangkit itu dikelola dua anak usaha PLN yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali.
Indonesia Power sendiri menghasilkan energi hijau melalui co-firing di PLTU Suralaya 1-4, PLTU Suralaya 5-7, PLTU Sanggau, PLTU Jeranjang, PLTU Labuan, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Barru dan PLTU Adipala.
Sedangkan, PJB menghasilkan energi hijau melalui co-firing PLTU Paiton Unit 1-2, PLTU Pacitan, PLTU Ketapang, PLTU Anggrek, PLTU Rembang, PLTU Paiton 9, PLTU Tanjung Awar-Awar dan PLTU Indramayu.
(prf/hns)