Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) telah banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga. Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Anthony Utomo, mengungkapkan bahwa terdapat 3.472 rumah tangga yang telah menggunakan panel surya sebagai sumber listrik.
"Dan itu akibat peraturan menteri ESDM tahun 2018. Jadi, tidak hanya industri, seluruh pengguna, sepanjang dia pascabayar, itu bisa menggunakan PLTS dan menyambungkan untuk mendapatkan net metering," ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (26/7/2021).
Ia menyebutkan bahwa sejak aturan tentang penggunaan PLTS dibuat pada tahun 2018, terdapat sekitar 500 pengguna. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi peningkatan pengguna sebanyak 485 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Anthony, capaian tersebut hampir lima kali lipat. Artinya, kata dia, keinginan masyarakat untuk menggunakan panel surya cukup besar.
Adapun bagi perumahan yang memilih PLTS, ujar Anthony, penggunaan net metering sangat disarankan. Menurut dia, investasi listrik melalui net metering akan lebih besar 40 hingga 55 persen.
"Sedangkan kalau solar cell ini panjang, bisa sampai 30 tahun. Akinya sendiri paling sekian tahun sudah KO. Kita harus ganti dan lain-lain. Nah, net metering meniadakan investasi baterai itu. Sehingga pada saat orang itu (pengguna), menggunakan itu bisa langsung dikurangin ke pemakaian beban di rumahnya," kata dia.
Sementara itu, Anthony mengungkapkan bahwa minat masyarakat terhadap PLTS belum mencapai pada puncaknya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kendala dalam pemanfaatan energi tersebut.
Lebih lanjut, Anthony menyayangkan masih banyaknya kendala dalam pemanfaatan energi listrik. Beberapa kendala tersebut, seperti adanya kesimpangsiuran informasi dan resistensi PLN ke pengguna di daerah.
Selain itu, ketidakjelasan atau inefisiensi net metering dan risiko kriminalisasi bagi pengguna PLTS Atap. Kendala lainnya adalah penjualan sertifikat energi menjadi barrier bagi investasi riil di sektor PLTS.
"Jadi, itu yang kita dorong, transparansi proses. Sehingga perizinan-perizinan itu di PLN bisa sama-sama di-monitor. Karena bisa juga teman-teman PLN di daerah informasinya belum utuh," ungkapnya.
(ads/ads)