Pemerintah Mau Tarik Pajak Karbon 2022, Pengamat Sarankan Sosialisasi

Pemerintah Mau Tarik Pajak Karbon 2022, Pengamat Sarankan Sosialisasi

Tim Detikcom - detikFinance
Minggu, 12 Sep 2021 11:16 WIB
Thick smoke pours from the exhaust pile on a car. Shallow depth of field, focus on the end of the tail pipe. Closeup view.
Ilustrasi Foto: Getty Images/iStockphoto/madsci
Jakarta -

Pemerintah berencana mau menarik pajak karbon pada 2022. Sebelum menerapkan itu, pemerintah dinilai perlu melakukan sosialisasi.

Pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang masif sebelumnya menerapkan kebijakan ini. Alasannya, sosialisasi bisa mengurangi potensi penolakan.

"Informasi dan penjelasan dari pemerintah mengenai mekanisme pajak karbon seperti sektor apa saja yang akan dikenakan pajak dan bagaimana cara perhitungan dasar pengenaan pajaknya memberikan ketidakpastian bagi dunia industri," kata Fabby, Minggu (12/9/2021)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fabby menyoroti mekanisme penerapan nilai ekonomi karbon melaui cap and trade serta pajak karbon. Dia sepakat bahwa kombinasi kedua mekanisme tersebut bakal efektif untuk mengakselerasi penerapan nilai ekonomi karbon. Penerapan cap and trade dibahas melalui Draft Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sementara penerapan pajak karbon dibahas melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Sementara di sektor industri, keduanya bisaditerapkan untuk sub-sektor yang berbeda dengan memandang efisiensi, efektivitas dan tentunya dampak terhadap keseluruhan kegiatan ekonomi di Indonesia. Contohnya, sektor ketenagalistrikan bisa menggunakan skema cap and trade sebagai mekanisme untuk mitigasi emisi karbon. Terlebih lagi skema ini sudah dijalankan secara internal oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada PLTU-PLTU yang dimiliki oleh PLN.

ADVERTISEMENT

Apresiasi inisiatif PLN, Fabby berpendapat bahwa skema cap and trade, setelah adanya peraturan perundangan dapat dikembangkan kepada PLTU milik IPP. Di sisi lain, pajak karbon dapat diterapkan misalnya pada sektor transportasi dimana setiap volume bahan bakar fosil yang dijual telah memperhitungkan pajak karbon atas emisi dari bahan bakar tersebut, sehingga perhitungan dan dasar pengenaan pajak karbon atas bahan bakar di sektor transportasi bisa menjadi lebih mudah dan lebih transparan

Sementara itu, Pendiri Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia, Eddie Widiono mengatakan, nilai ekonomi karbon penting untuk daya saing Indonesia. Konsep daya saing sebuah negara di pasar global saat ini mengalami pergeseran, dimana daya saing tidak melulu ditentukan oleh kualitas atau harga dari barang dan jasa, tetapi sudah memperhitungkan biaya eksternalitas yang ditimbulkan dari jejak emisi karbon barang dan jasa tersebut.

"Menunda penerapan nilai ekonomi karbon dengan tujuan menjaga daya saing Indonesia sebenarnya kontraproduktif dalam kerangka berpikir daya saing global saat ini," tegasnya.

Sebelumnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin 29 Juli 2021 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rencana menerapkan pajak karbon pada tahun 2022. Pajak karbon menjadi salah satu rencana yang tertuang dalam Revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang dibahas bersama DPR. Tarif pajak karbon disampaikannya masih didiskusikan hingga ke ranah internasional agar praktek penerapan harga lebih seragam.




(zlf/zlf)

Hide Ads