Sementara dari sisi konsumen, akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp 64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter. Untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp 1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp 38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg.
Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batubara. Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp 29/kWh dan tambahan di industri sebesar US$ 5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di di sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai US$ 1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp 76,49 miliar.
Hal ini seiring juga dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp 76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp 20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp 61,38 miliar.
Sesuai dengan Undang-Undangan No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon.
Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp 30,00 per kg CO2e dimana berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batu bara dengan skema cap & tax. Subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon.
(acd/ara)