Penurunan Emisi Karbon Sektor Energi Butuh Rp 3.500 T, Ini 3 Faktanya

Penurunan Emisi Karbon Sektor Energi Butuh Rp 3.500 T, Ini 3 Faktanya

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 07 Des 2021 20:30 WIB
Pecahkan Rekor, Emisi Karbon Global Turun 7 Persen di Masa Pandemi
Foto: DW (News)
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut butuh biaya yang sangat mahal untuk Indonesia bisa melakukan transformasi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Dalam pelaksanaannya dibutuhkan dana dan investasi yang tidak murah.

"So you can imagine? Energi adalah sektor yang very expensive and costly tapi sangat penting bagi rakyat dan peranannya untuk menurunkan CO2 adalah the second largest in our economy," tutur Sri Mulyani dalam Pertamina Energy Webinar 2021, Selasa (7/12/2021).

Berikut 3 faktanya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Butuh Rp 3.500 Triliun

Sri Mulyani mengatakan untuk menurunkan emisi karbon sebesar 450 juta ton, negara harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 3.500 triliun.

ADVERTISEMENT

"Untuk bisa mencapai tujuan Nationally Determined Contribution (NDC) kita, peran dari sektor energi itu luar biasa penting," ungkap Sri Mulyani.

2. Pemanfaatan Hutan Bisa Turunkan CO2

Sri Mulyani menyebut sektor forestry and other land uses (FoLU) atau sektor pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan juga bisa menurunkan lebih dari 700 juta ton ekuivalen karbondioksida (CO2). Usaha itu hanya perlu menelan biaya Rp 90 triliun, tergolong lebih murah dibanding sektor energi.

"Sektor ini paling penting dan paling besar kontribusinya, serta biayanya relatif murah," imbuhnya.

Lanjutkan membaca -->

3. Didukung APBN Meski Berat

Sri Mulyani mengakui komitmen Indonesia dalam melakukan transisi energi ke yang lebih ramah lingkungan memiliki banyak dampak terhadap APBN sebagai instrumen fiskal. Meski begitu, bukan berarti APBN tidak mampu bekerja untuk menuju transformasi energi ini.

"APBN tidak boleh menjadi rusak atau sakit, jadi APBN harus tetap sehat supaya bisa melakukan dan mendukung transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi, apalagi kita masih dalam situasi pandemi. Namun tidak berarti APBN tidak mampu untuk mulai bekerja dalam ikut mendesain bahkan melakukan signaling atau insentif untuk menuju transformasi energi ini," tuturnya.

Oleh karena itu, pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan untuk mulai melakukan transisi energi salah satunya melalui pajak karbon. Cara itu diharapkan secara bertahap bisa mengurangi penggunaan energi karbon dan sejalan membangun energi baru.

"Kami di Kementerian Keuangan selalu siap untuk terus menjadi partner dalam menavigasi dan mengawal perekonomian Indonesia untuk pulih dan pada saat yang sama juga untuk menyiapkan transisi menuju net zero emission dalam rangka untuk menghindari malapetaka climate change bagi dunia dan masyarakat kita," tandasnya.


Hide Ads