Indonesia mengimpor liquified petroleum gas (LPG) dengan jumlah yang besar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap, nilai impor LPG Indonesia bahkan menyentuh angka Rp 80 triliun.
Pemerintah mencari cara untuk memangkas impor ini, salah satunya melalui proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) atau gasifikasi batu bara. Proyek yang berlokasi di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan itu dimulai kemarin ditandai dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking.
"Impor kita LPG itu gede banget mungkin Rp 80 triliun, dari kebutuhan Rp 100-an triliun impornya," kata Jokowi dalam Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimethyl Ether seperti disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (24/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain nilai impor yang tinggi, Jokowi juga mengungkap pemerintah mengeluarkan subsidi yang besar agar LPG itu bisa sampai ke masyarakat. Nilai subsidi itu, kata Jokowi, mencapai Rp 70 triliun.
"Rp 80 triliun, itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya juga sudah sangat tingi sekali. Subsidinya antara Rp 60-70 triliun," ujarnya.
Ia mempertanyakan apakah Indonesia akan selalu impor. Padahal, bahan bakunya sendiri berasal dari Indonesia.
"Pertanyaan saya apakah ini mau kita terus-teruskan? Impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan pekerjaan juga di negara lain padahal kita punya bahan bakunya. Kita memiliki raw material-nya yaitu batu bara yang diubah menjadi DME," jelasnya.
Proyek hilirisasi batu bara ini akan menghasilkan DME yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG. Jokowi mengatakan, api yang dihasilkan DME sama saja dengan dengan api yang dihasilkan dari LPG.
"Hampir mirip dengan LPG tadi saya sudah melihat, bagaimana api kalau dari DME untuk memasak dan api yang dari LPG kalau untuk memasak, sama saja," ujarnya.
Proyek tersebut bisa pangkas subsidi Rp 7 triliun. Cek halaman berikutnya.