Faisal Basri Bongkar Borok Bisnis Batu Bara

Faisal Basri Bongkar Borok Bisnis Batu Bara

Iffa Naila Safira - detikFinance
Selasa, 08 Feb 2022 16:30 WIB
Faisal Basri Berbicara Mengenai Sektor Energi dan Industri

Pengamat Ekonomi, Faisal Basri melakukan bincang bersama wartawan perihal Holding BUMN Migas di Jakarta, Jumat (16/3/2018).


Selain berbicara mengenai Holding BUMN Migas Mantan Ketua Tim komite Tata Kelola Migas Faisal Basri berbicara mengenai isu isu di sektor energi dan industri. Grandyos Zafna/detikcom
Faisal Basri (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta -

Ekonom Senior, Faisal Basri mengungkap bagaimana industri bisnis batu bara yang berjalan di tanah air.

Dalam kalimat pertama pada blog pribadinya berjudul "Oligarki Batu Bara Kian Mencengkeram dan Untouchable" pada 7 Februari 2022, Faisal menyebutkan komentar pedasnya terkait industri batu bara di Tanah Air. Kali ini, dia menyebut "kenikmatan berbisnis batu bara tak ada habis-habisnya."

Mengapa dia sampai menyebutkan komentar tersebut?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam paprannya, Faisal mengungkap sejumlah borok industri batu bara yang mendasarinya melontarkan komentar pedas ke sektor industri ini.

Pertama adalah kebikan pemerintah yang memberikan perubahan perizinan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Lalu, ada kebijakan pembebasan pajak atau pungutan ekspor batu bara yang berpotensi bertentangan atau melanggar Undang-Undang Dasar 1945.

ADVERTISEMENT

"Kenikmatan berbisnis batu bara tak ada habis-habisnya. Perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUD 1945. Bisa dapat fasilitas royalti nol persen juga jika menyulapnya menjadi DME (dimethyl ether) yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG (Liquefied Petroleum Gas). Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan," paparnya dalam blog pribadinya tersebut, dikutip detikcom, Selasa (08/02/2022).

Selain itu, Faisal juga sempat menyinggung jika stok batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) sudah krisis, hingga pemerintah membuat kebijakan berupa melarang ekspor batu bara. Namun, kebijakan itu tidak bertahan lama.

Pada pertengahan Januari 2022, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun mencabut larangan ekspor batu bara secara bertahap. Padahal, kebijakan penghentian ekspor batu bara baru dibuka pada akhir Januari 2022. Tak hanya itu, ada juga rencana pemerintah membubarkan PT PLN Batubara.

Sederet kebijakan itu seolah menunjukkan minimnya keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan dalam negeri dan cenderung mengakomodir kepentingan pebisnis sektor batu bara yang lebih mementingkan cuan dari ekspor ketimbang memasok kebutuhan batu bara dalam negeri untuk PLN lewat skema DMO.

"Bulan lalu PT PLN sempat mengalami krisis stok batu bara yang membuat Kementerian ESDM mengambil langkah drastis berupa larangan ekspor batu bara selama bulan Januari 20022. Namun, selang beberapa hari kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengumumkan pencabutan larangan ekspor itu," tuturnya.

Apa lagi hasil kajian Faisal Basri? Buka halaman selanjutnya.

Pada 26 Januari 2022, dirinya pun sempat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara" yang diselenggarakan Universitas Tarumanagara.

Terkait krisis batu bara di dalam negeri, Faisal pun berpendapat, perlu ada kebijakan khusus yang bisa menjamin ketersediaan batu bara nasional. Salah satunya adalah pengenaan pajak ekspor.

Saat ini, lanjut dia, krisi batu bara nasional terjadi karena adanya kekosongan pasokan batu bara nasional lantaran para pelaku usaha lebih memilih mengekpornya ketimbang untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Pemicunya adalah perbedaan harga yang cukup mencolok antara harga internasional yang berlaku saat ini dengan patokan DMO yang ditetapkan oleh pemerintah yang hanya US$ 70 per ton.

Dengan adanya pajak ekspor batu bara, menurut Faisal Basri, negara bisa memperoleh pemasukan tambahan yang bisa digunakan untuk mensubsidi harga batu bara untuk konsumsi dalam negeri ketika harga batu bara di pasar internasional tengah tinggi. Tujuannya tak lain adalah untuk menurunkan harga batu bara di dalam negeri yang selama ini masih jadi tulang punggung penyediaan listrik yang dinikmati oleh rakyat.

"Indonesia punya amanat konstitusi namanya bumi, air, dan tanah dikuasai oleh negara tapi pro rakyat. Jadi negara hadir, negara berdaulat, negara punya otoritas, ambil sebagian dari benefit yang dinikmati oleh perusahaan batu bara. Sesederhana itu. Caranya apa? Cuma satu, bukan BLU (Badan Layanan Umum), sanksi. Tapi pajak ekspor," ungkapnya.

"Kalau pemerintah enggak mau harga PLN diturunkan, cari saja satu pajak sehingga harga batu bara di dalam negeri turun. Selesai semua," tegas Faisal.

Halaman 2 dari 2
(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads