Pemerintah menargetkan bisa membangun pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) atau energi hijau sebanyak 587 gigawatt (GW) hingga 2060. Target itu ditetapkan untuk merealisasikan komitmen menghilangkan karbon atau net zero emission (NZE).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan untuk mencapai pembangunan pembangkit EBT sebesar 587 GW itu dibutuhkan investasi sangat besar yakni US$ 1,177 triliun atau sebesar Rp 16.831,1 triliun (kurs Rp 14.300)
"Itu membutuhkan investasi yang sangat besar, jadi dengan asumsi sekitar US$ 2 juta per MW, perhitungan kami hingga 2060 butuh lebih dari US$ 1 triliun investasi," tuturnya dalam acara Mandiri Investment Forum, Rabu (9/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dirinci kebutuhan investasi sebesar US$ 1,177 triliun itu setara dengan kebutuhan investasi US$ 29 miliar atau Rp 414 triliun per tahun.
Kebutuhan investasi tersebut juga terdiri dari investasi untuk pembangkit sebesar US$ 1,042 triliun dan kebutuhan pembangunan transmisi sebesar YS$ 135 miliar.
Jaringan listrik energi hijau tersebut akan digodok dalam program smart grid system atau smart grid technology. Program tersebut untuk membangun jaringan listrik hijau antar pulau.
(das/eds)