PT Pertamina Patra Niaga memutuskan untuk menaikkan harga LPG nonsubsidi menjadi Rp 15.500 per kg. Keputusan ini dinilai akan menimbulkan dampak negatif, mulai dari mendorong laju inflasi hingga migrasi pengguna ke LPG 3 kg.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. Dia menilai kemungkinan terjadinya migrasi masyarakat kelas menengah dari LPG nonsubsidi menjadi LPG 3 kg bersubsidi alias gas melon, perlu diantisipasi pemerintah.
"Jadi yang perlu diantisipasi itu adalah bergesernya masyarakat kelas menengah yang biasa menikmati LPG non subsidi mungkin akan masuk ke LPG 3 kg atau subsidi. Karena gap harganya sudah semakin jauh," tuturnya saat dihubungi detikcom, Minggu (27/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima meyakini migrasi pengguna LPG non subsidi ke LPG bersubsidi pasti akan terjadi. Sebab jenjang harga antara kedua produk tersebut semakin jauh.
"Sementara subsidi LPG yang gas melon itu dilakukan secara terbuka, jadi ini harus diantisipasi," tuturnya.
Sementara jika benar pengguna LPG bersubsidi bertambah banyak maka bisa jadi belanja subsidinya akan membengkak juga. Selain itu dikhawatirkan juga masyarakat miskin dan pelaku UMKM yang benar-benar berhak atas LPG 3 kg malah sulit mendapatkannya.
"Ini harus dipantau pengawasannya lebih ketat di daerah-daerah. Tapi migrasi ini pasti akan terjadi karena selisihnya semakin jauh. Sementara pendapatan masyarakat secara umum belum mengalami perbaikan seperti sebelum masa pandemi," tuturnya.
Sementara Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengkhawatirkan dampaknya terhadap inflasi. Sebab sumbangsih LPG terhadap inflasi terbilang cukup besar.
"Pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat yang tengah kembali pulih. Padahal konsumsi rumah tangga menyumbang ke ekonomi sebesar 50% lebih," terangnya.
Simak Video "Harga Gas Elpiji Naik, Perajin Ikan Asin Ini Ngeluh Pengeluaran Meroket!"
[Gambas:Video 20detik]