Biang Kerok Harga Minyak Tiba-tiba Anjlok 13%

Biang Kerok Harga Minyak Tiba-tiba Anjlok 13%

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 10 Mar 2022 12:55 WIB
kilang minyak
Foto: shutterstock
Jakarta -

Harga minyak dunia yang beberapa waktu lalu sempat melonjak gila-gilaan tiba-tiba berbalik arah. Saat ini tercatat mengalami penurunan hingga belasan persen.

Dikutip dari CNBC, Kamis (10/3/2022), harga minyak mentah WTI anjlok lebih dari 12% atau US$ 15 yang membuatnya bertengger di US$ 108,7 per barel. Awal pekan ini, WTI sempat mencapai US$ 130 per barel yang merupakan angka tertinggi 13 tahun selama meningkatnya ketegangan geopolitik.

Minyak mentah Brent patokan internasional turun 13% atau US$ 16,8 menjadi US $111,1. Penurunan satu hari ini terbesar sejak April 2020. Sementara, Brent baru saja mencapai US$ 139 pada hari Senin yang merupakan angka tertinggi sejak 2008.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu mengutip BBC, disebutkan penurunan harga minyak ini terjadi setelah Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan akan mengerek produksi.

Sebelumnya kenaikan harga minyak ini terjadi karena dipicu invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini telah menekan perekonomian dunia.

ADVERTISEMENT

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengungkapkan jika para pimpinan negara lain berupaya untuk menekan harga.

Misalnya dengan melakukan negosiasi kepada produsen minyak yang bertujuan untuk menggeber produksi agar pasokan meningkat.

"Kami mendukung dan mendorong OPEC untuk menambah pasokan minyak," kata Duta Besar UEA di Washington Yousuf Al Otaiba dalam pernyataan, dikutip Kamis (10/3/2022).

Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, harga minyak memang telah mengalami gonjang-ganjing akibat pandemi COVID-19 yang terjadi selama 2 tahun.

Invasi Rusia ke Ukraina turut memperkeruh kondisi harga minyak ini. Sanksi-sanksi yang diberikan ke Rusia justru malah menimbulkan masalah dan mengerek harga minyak. Pasalnya saat ini Rusia merupakan negara yang memproduksi 7% minyak dunia.

AS dan Kanada juga telah mengumumkan larangan impor minyak dari Rusia. Kemudian Inggris juga telah menyatakan akan menghentikan impor pada akhir tahun.

Pada Februari harga minyak sempat menyentuh US$ 139 atau naik 30%. Kemudian pekan ini turun menjadi US$ 112 per barel.

Badan Energi Nasional juga telah menyetujui untuk melepas 60 juta barel cadanyan minyak. Namun strategi ini dianggap tak cukup mampu mengatasi masalah kenaikan harga.

IEA menyebut pada Rabu cadangan minyak ini bisa digunakan untuk strategi berikutnya. "Jika dibutuhkan maka kita bisa melepas cadangan minyak ini ke pasar," kata Ketua EIA Faith Birol.




(kil/das)

Hide Ads