Akademisi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Prof Mukhtasor, Ph.D memberikan masukkan agar PT PLN (Persero) memaksimalkan kekuatan nasional dalam pengembangan teknologi EBT di dalam negeri. Hal ini menurutnya berguna dalam menjalankan program dedieselisasi atau konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Dalam seminar 'Renewable Energy Technology as a driver for Indonesia's De-Dieselization' di Hotel Ambarrukmo, Yogyakarta pada Rabu (23/3), Mukhtasor mengatakan hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Adapun PP tersebut menyebutkan tujuan pertama kebijakan energi nasional sejatinya adalah kemandirian energi. Setelah negara mampu mencapai hal tersebut, baru dapat dicapai tujuan selanjutnya untuk memperkuat ketahanan energi Nasional.
"Transisi energi adalah proses yang kompleks. Proses ini tidak hanya melibatkan sektor energi, tetapi juga menuntut adanya transformasi ekonomi. Di mana pengembangan teknologi baru akan menjadi sumber pendapatan untuk proses transisi yang berkelanjutan," jelas Mukhtasor dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PLN juga diimbau melaksanakan program dedieselisasi yang masih beroperasi di wilayah terpencil dengan penuh pertimbangan matang dan kehati-hatian. Terlebih, data dari Outlook Energi Indonesia memperlihatkan kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi sudah berada jauh di bawah Paris Agreement, yakni sebesar 29 persen pada 2030.
Mukhtasor melihat ada persepsi bahwa penurunan emisi harus dilakukan dengan membeli teknologi yang mahal di bidang energi. Padahal, laporan yang dibuat oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada 2020 menunjukkan proyeksi emisi karbon pada 2030 sektor energi sudah di bawah target yang ditetapkan.
"Untuk sektor energi penurunan karbon kita sudah on the track. Yang belum memenuhi adalah kehutanan, tetapi kenapa yang didorong-dorong adalah sektor energi!" tegasnya.
Baca artikel selengkapnya >>>