Jakarta -
Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan peningkatan ekspor batu bara dengan memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara bisa jadi solusi jangka pendek bagi pemerintah, khususnya dalam menambal kebutuhan dana untuk memenuhi kebutuhan energi dan bahan bakar minyak di dalam negeri.
Ia mengatakan Indonesia sebagai penghasil batu bara terbesar ketiga dunia, sejatinya bisa merasakan dampak positif dari tingginya harga batu bara ini. Menurutnya, momentum tingginya harga batu bara dunia bisa menambah pendapatan negara untuk menekan besarnya defisit yang harus dibayarkan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak domestik. Sehingga, hal ini berkontribusi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang bergerak di sektor tersebut.
Sebagaimana diketahui, harga batu bara dunia kian meningkat dengan adanya konflik geopolitik di Eropa akibat serangan Rusia terhadap Ukraina. Menilik kondisi ini, Fahmy menilai pemerintah bisa memperbesar angka ekspor batu bara ke pasar Asia, sekaligus mengupayakan perluasan pasar di luar Asia Pasifik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tengah tingginya harga minyak mentah dunia yang berkontribusi pada tingginya defisit produk migas, maka industri batu bara ini bisa sangat membantu. Momentum ini perlu dimanfaatkan," ujar Fahmy dalam keterangan tertulis, Jumat (1/4/2022).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga minyak mentah dunia telah berkontribusi pada peningkatan defisit neraca perdagangan migas di Februari 2022. BPS melaporkan neraca perdagangan migas Indonesia kembali defisit sebesar US$1,91 miliar pada Februari 2022.
Angka tersebut meningkat 43,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/m-to-m) serta melonjak 329,9% dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya (year on year/YoY). Sehingga bisa dikatakan neraca perdagangan migas Indonesia selalu mengalami defisit dalam 7 tahun terakhir.
"Saat ini diketahui industri batu bara berkontribusi pada peningkatan devisa dari ekspor, PNBP, termasuk juga meningkatkan pendapatan dari perusahaan yang pada akhirnya ikut mengerek perekonomian masyarakat dan tenaga kerja yang bergantung pada sektor minerba, khususnya batu bara. Apalagi saat ini harganya tengah meroket akibat konflik geopolitik Rusia dan Ukraina," papar Fahmy.
Ia menambahkan upaya pemerintah memanfaatkan momentum tingginya harga batu bara melalui ekspor dengan volume lebih besar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
"Kalau penghasilan negara dari batu bara dan komoditi lain meningkat, negara tentunya punya dana cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan," tuturnya.
Secara umum, lanjutnya, peningkatan produksi di tengah tingginya harga akan meningkatkan royalti yang diterima oleh pemerintah daerah. Dana dari royalti ini, papar Fahmy, bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur daerah seperti pengaspalan jalan dan pembangunan jembatan yang pada ujungnya bisa membantu akselerasi aktivitas ekonomi publik, khususnya di daerah terkait. Salah satunya juga bisa digunakan untuk membangun kantor pelayanan publik.
Pendapatan dari royalti batu bara juga bisa dijadikan substitusi pendapatan yang belum tumbuh maksimal di tengah pandemi akibat penerapan pembatasan aktivitas publik. Bagi sebuah daerah yang perekonomiannya bertumpu pada sektor pertambangan, peningkatan produksi batu bara juga bisa berimplikasi pada peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut.
"Tingginya ekspor batu bara, maka akan ada implikasi positif berupa peningkatan pendapatan per kapita," sambung Fahmy.
Ia menjelaskan peningkatan kegiatan pertambangan batu bara serta ekspor juga akan berdampak pada kegiatan ekonomi lainnya. Mulai dari sektor perdagangan dan jasa transportasi yang menjadi sektor ekonomi pendukung industri batu bara.
Dampak Tingginya Harga Batu Bara ke CSR Perusahaan >>>
Menurut Fahmy, tingginya harga batu bara juga bisa berdampak positif pada perusahaan pertambangan untuk lebih berkontribusi kepada masyarakat sekitar. Misalnya, dengan meningkatkan dan mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR).
Program-program CSR ini diharapkan dapat membantu dan menggerakkan perekonomian daerah tempat perusahaan tersebut beroperasi. Fahmy menerangkan CSR merupakan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Pasal 74 ayat (1). Pasal tersebut berbunyi: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Adapun salah satu contoh kegiatan CSR dilakukan oleh PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) pada akhir tahun 2021 yang memberikan bantuan dalam bentuk Perlindungan Jaminan Sosial di 10 Desa Lingkar Tambang Perusahaan Geo Energy Group dan PT BUMA. Perlindungan Jaminan Sosial tersebut diberikan kepada 400 Pekerja Rentan atau Bukan Penerima Upah (BPU).
Fahmy mengatakan program ini merupakan wujud kepedulian bersama Geo Energy Group dan PT BUMA dalam mendukung pekerja rentan agar tidak khawatir saat bekerja. Sebab, mereka sudah terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Adapun contoh lainnya yaitu PT Berau Coal yang memiliki program CSR mendirikan pabrik pengolahan kakao 'Berau Cocoa' di area Politeknik Sinar Mas Berau Coal, Sei Bedungun, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur.
Program CSR PT Berau Coal di Berau digelar lewat pengembangan agribisnis untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Diketahui, PT Berau Coal turut menjalankan tata kelola pasar di Berau Cocoa untuk bantu meningkatkan kualitas kakao sehingga harga jual beli petani jadi lebih tinggi.
Aktivitas CSR PT Berau Coal di Kabupaten Berau tak hanya fokus pada pengembangan pertanian dan perkebunan seperti pengembangan kakao Berau, tapi juga turut menggelar sejumlah program yang kepedulian akan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Bahkan, CSR yang diberikan PT Berau Coal disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Kalimantan Timur dibanding perusahaan-perusahaan tambang batu bara lainnya.
Di Berau, kebun kakao tersebar di 13 kampung dampingan yakni Suaran, Tumbit Dayak, Tumbit Melayu, Long Lanuk, Nyapa Indah, Batu Rajang, Labanan Makarti, Gunung Tabur, Merasa, Rantau Panjang, Sambarata, Sambaliung, dan Segah. Terdapat 367 petani kakao yang didampingi perusahaan dengan lahan tanam seluas 450 hektare.
Dikutip dari data BPS juga, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian pada Agustus 2021 sebanyak 1,44 juta orang. Angka tersebut merupakan kenaikan dari bulan Februari tahun 2021 yang sebesar 1,34 juta orang.
Fahmy berharap para pelaku industri batu bara nasional terus meningkatkan kapasitasnya dalam mengembangkan produk batu bara bernilai tambah. Menurutnya, dengan upaya menciptakan hilirisasi produk batu bara, maka jumlah tenaga kerja yang terserap akan semakin bertambah sehingga bisa menekan tingkat angka pengangguran di Indonesia.
"Tentunya dibutuhkan peran swasta termasuk investor asing untuk ikut mengembangkan hilirisasi batu bara di dalam negeri, semisal untuk menciptakan proses coal liquefaction atau coal gasification," ungkapnya.
"Peran pemerintah pun sangat besar untuk bisa meningkatkan minat swasta untuk pengembangan produk hilir batu bara tadi, dengan memberikan insentif seperti kebijakan fiskal yang bisa mendorong para pelaku usaha," tambah Fahmy.
Sebagai informasi, pada Selasa (8/3) lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba) mencetak angka Rp 124,4 triliun di tahun 2021. Adapun penerimaan yang disampaikan dalam acara Peluncuran SIMBARA dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas ini mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ungkap Sri Mulyani.
Ia menjelaskan pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara.
"Kenaikan harga komoditas mineral dan batu bara memberikan kontribusi besar," pungkasnya.