PT PLN (Persero) mencanangkan program transisi energi bersih di Tanah Air demi mencapai carbon neutral pada 2060. Pemerintah lewat Kementerian BUMN mendukung hal tersebut.
"Saat ini PLN menjadi pemain utama dalam transisi energi, ini tidak bisa dihindari lagi. Namun saya optimistis dengan SDM PLN yang mumpuni, segala tantangan dalam menjalankan transisi energi ini dapat dilaksanakan dengan baik," ujar Menteri BUMN Erick Thohir dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (7/4/2022),
Erick menyatakan proses transisi ke energi yang memiliki karbon lebih rendah tentu sangat menantang. Sebab, beradaptasi dengan era rendah karbon memiliki dampak yang sangat luas. Adaptasi tersebut tidak hanya menyangkut strategi investasi dan permodalan, namun juga terkait erat dengan budaya dan kebiasaan yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu dukungan pemerintah adalah dengan membentuk holding subholding di tubuh PLN. Erick memastikan pembentukan holding di PLN bukan berarti meliberalisasi PLN, tetapi untuk membuat PLN lebih lincah lagi kedepan.
"Tidak mungkin saya membentuk holding untuk memperlemah PLN. Pembentukan holding subholding bukan untuk meliberalisasi, justru ini sebagai langkah untuk memperkuat PLN," tegas Erick.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan dalam mencapai target carbon neutral, PLN harus terus meningkatkan kapasitas SDM. PLN, kata dia, telah melakukan berbagai pengayaan dalam meningkatkan kapasitas SDM untuk menjalankan transisi energi.
Darmawan mengulas dalam rencana perdagangan karbon di Tanah Air, PLN mengirimkan insan terbaiknya yang mayoritas adalah milenial mengemban ilmu di Eropa untuk mengadaptasi sistem perdagangan karbon di sana. Melalui transfer knowledge ini, diharapkan mampu meningkatkan potensi insan PLN dalam mengembangkan instrumen energi bersih di Indonesia.
"PLN menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon di Tanah Air, untuk itu kami belajar sampai ke Eropa," sebut Darmawan.
Di sisi lain, dalam transisi energi PLN juga sudah menetapkan peta jalan melalui upaya peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) menjadi 29 gigawatt (GW) pada 2030 yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang disebut-sebut paling hijau ini.
Secara paralel, lanjut Darmawan, untuk bisa menekan emisi PLN juga sudah merencanakan untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan menerapkan teknologi co-firing pada PLTU eksisting untuk menekan angka emisi gas buang.
"Untuk melepas ketergantungan terhadap impor minyak, PLN juga mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit berbasis EBT maupun gas," ujar Darmawan.
(ncm/hns)