Jakarta -
BBM jenis Pertalite dan Elpiji 3 kilogram rencananya bakal naik, wacana ini diungkapkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kenaikan harga sendiri dilakukan untuk mengurangi beban subsidi pemerintah di tengah kenaikan harga energi global.
Wacana ini pun ditolak mentah-mentah, bahkan pemerintah sebenarnya tak perlu menaikkan harga Pertalite dan Elpiji 3 kilogram untuk mengurangi beban subsidi. Menurut Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, untuk menahan selisih harga pasar dengan harga subsidi pemerintah bisa melakukan subsidi silang.
Maksudnya, subsidi silang dilakukan dengan mengarahkan penerimaan negara yang surplus dari hasil ekspor minerba dan perkebunan ke selisih harga pasar dari Pertalite dan Elpiji 3 kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harusnya pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian Pertalite dan Elpiji 3 kilogram melalui mekanisme subsidi silang dari hasil windfall penerimaan negara dari ekspor minerba dan perkebunan," ungkap Bhima kepada detikcom, Minggu (10/4/2022).
Bhima menilai pemerintah bagaikan mendapatkan durian runtuh dari hasil ekspor minerba dan perkebunan. Lonjakan pendapatan pajak dan PNBP dari dua sektor andalan ekspor itu diyakini Bhima bisa mencapai Rp 100 triliun.
"Berdasarkan simulasi kenaikan harga minyak mentah, diproyeksikan pemerintah sedang alami lonjakan pendapatan pajak dan PNBP sekitar Rp 100 triliun," papar Bhima.
Jika masih kurang, Bhima menilai pemerintah harus efisiensi belanja. Salah satunya, dengan menunda proyek-proyek besar yang dibiayai APBN, pemindahan dan pembangunan ibu kota negara (IKN) baru salah satunya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Sebagai bayangan, Bhima menjabarkan kebutuhan dana IKN menurut Bappenas bisa mencapai Rp 468 triliun. Sementara itu, 53,3% dari total dana akan diambil dari APBN hingga 2024. Dana sebesar itu, menurut Bhima lebih baik difokuskan menjaga stabilitas harga pangan dan energi.
"Jika defisit kembali bengkak karena subsidi energi maka efisiensi belanja pemerintah dengan penundaan mega proyek seperti IKN juga wajib dilakukan. Tidak ada jalan lain karena urgensi saat ini adalah stabilitas harga pangan dan energi bukan pemindahan gedung pemerintahan," tegas Bhima.
Di sisi lain, pengamat energi dan juga Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan memang harga Pertalite dan Elpiji 3 kilogram saat ini sudah sangat jauh dari harga keekonomian yang layak. Jelas beban subsidi pun makin berat.
Hanya saja, Mamit menilai kenaikan harga tak tepat untuk dilakukan. Menurutnya masih ada cara lain untuk mengurangi beban subsidi untuk Pertalite dan Elpiji 3 kilogram.
Hal tersebut adalah membuat skema subsidi yang tertutup dan berbasis kepada orang bukan barang. Artinya, subsidi untuk Pertalite dan khususnya Elpiji 3 kilogram diberikan hanya untuk orang-orang tertentu yang berhak mendapatkannya.
"Harusnya subsidi ini jangan lagi kepada barang, tapi langsung kepada orang. Subsidi tetutup, buat aturan jelas dan tegas untuk subsidi ini. Misalnya, Elpiji, masyarakat yang sudah terdaftar bisa beli langsung ke SPBU," ungkap Mamit kepada detikcom.
Selama ini, skema subsidi seperti itu dikhawatirkan tidak berjalan dengan baik karena masalah data penerimanya. Tapi, menurut Mamit, ada data yang paling akurat untuk memberikan subsidi energi. Data itu adalah data penerima subsidi listrik 450-900 VA.
"Datanya itu paling bagus menurut saya itu data dari PLN. Karena kan dia ada program 450-900 VA yang subsidi ini kan penerimanya benar-benar orang bawah nih ya, ada petugas yang kontrol juga. Artinya, ini benar-benar orang yang layak mendapatkan subsidi," ungkap Mamit.