Shell Ramal Harga Minyak Masih Bekal 'Memanas', BBM Naik Lagi Dong?

Shell Ramal Harga Minyak Masih Bekal 'Memanas', BBM Naik Lagi Dong?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 28 Jun 2022 20:15 WIB
Harga Minyak Mentah AS Di Bawah Nol, Pembeli Tidak Bayar Malah Ditawari Uang
Foto: DW (News)
Jakarta -

Harga minyak dunia bakal tetap tinggi selama dua tahun ke depan. Hal ini diungkapkan oleh Mallika Ishwaran, Chief Economist Shell International.

Mallika menyebut harga minyak bakal tetap memanas karena imbas dari konflik Rusia-Ukraina. Langkah invasi Rusia membuat negara pimpinan Vladimir Putin itu disanksi besar negara-negara Eropa, salah satunya adalah perjanjian untuk tidak lagi mengimpor minyak dan gas dari Rusia.

"Jadi, negara-negara di Eropa sudah berkomitmen akan exit (melepas pasokan minyak) dari Rusia hingga 2 tahun ke depan. Ini akan membuat harga minyak dunia itu tinggi dan volatile hingga 2-3 tahun ke depan," ungkap Mallika dalam diskusi bersama wartawan di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Mallika percaya masalah pasokan minyak masih bisa diselesaikan dengan mendapatkan minyak penggantinya dari Amerika Serikat dan negara-negara Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Yang mungkin jadi masalah, menurut Mallika adalah pasokan gas. Apalagi dengan langkah Rusia yang menahan pasokannya ke negara Eropa. "Pasar gas akan lebih tidak pasti karena kita harus membuat kapasitas untuk LNG," katanya.

ADVERTISEMENT

Permintaan Batu Bara Meningkat

Dengan pasokan gas yang mandek dari Rusia, negara-negara Eropa kini mulai kembali membangkitkan pembangkit listrik batu baranya. Mallika menyebutkan selama 3 tahun ke depan kemungkinan peningkatan permintaan batu bara bakal terjadi di benua biru.

Namun, lepas dari tahun berikutnya, negara-negara Eropa bakal beralih ke produk rendah karbon dan permintaan batu bara akan berkurang.

"Selama 3 tahun ke depan kemungkinan akan ada peningkatan permintaan-permintaan untuk negara-negara Eropa. Tapi, setelah 3 tahun mereka akan langsung beralih ke produk-produk yang rendah karbon," jelas Mallika.

Di sisi lain, Mallika pun mewanti-wanti negara-negara berkembang yang masih banyak melakukan impor gas. Pasalnya, beberapa waktu ke depan harga gas masih akan berada di level tertinggi.

"Yang kita takutkan, apa yang akan terjadi di negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia. Karena di sini harga gas sangat mahal dan kebanyakan beralih dari batu bara langsung ke renewables, kita masih belum tahu," kata Mallika.




(hal/zlf)

Hide Ads