Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengadakan pertemuan dengan lembaga tinggi negara di Istana Negara, Jakarta. Pertemuan itu berlangsung lebih dari 2,5 jam, salah satunya membahas krisis energi global.
Jokowi mengatakan, subsidi Indonesia yang mencapai Rp 502 triliun dinilai terlalu berat. Subsidi itu digunakan pemerintah untuk menahan harga Pertalite, Pertamax, gas, serta listrik.
"Kita harus menahan harga Pertalite, gas, listrik, termasuk Pertamax, gede sekali. Tapi apakah angka Rp 502 triliun terus kuat kita pertahankan?," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (8/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subsidi Rp 502 triliun dirasa cukup besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Terkait hal ini Jokowi tidak dapat memastikan apakah pemerintah mampu menahan harga-harga lewat subsidi atau tidak.
"Kalau bisa Alhamdulillah, artinya rakyat tidak terbebani. Tapi kalau APBN tidak kuat bagaimana? Negara lain harga BBM sudah Rp 17 ribu-Rp 18 ribu, naik 2 kali lipat semuanya. Ya memang harga keekonomiannya seperti itu," imbuhnya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga mengirimkan sinyal jika harga BBM subsidi akan naik. Bahlil menyebut angka subsidi bisa mencapai Rp 500 triliun - Rp 600 triliun.
"Sampai kapan APBN kita kuat menghadapi subsidi yang begitu tinggi? Jadi tolong sampaikan juga kepada rakyat, bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," ungkapnya.
(das/das)