Subsidi Energi Fosil Batubara
Laporan terbaru IEEFA berjudul Indonesia's Downstream Coal Plans Add up to a Black Hole juga mengungkap, rencana penggantian impor LPG dengan DME akan sulit terlaksana karena adanya konflik kepentingan bisnis. Para pihak terlibat, seperti PTBA, operator pabrik DME Air Product, dan off-taker (pembeli) DME Pertamina dinilai akan sangat sulit mencapai tujuan bisnis mereka pada waktu bersamaan.
Menurut IEEFA, perlu skenario khusus untuk mencapai tujuan tersebut. Seperti pengurangan risiko aset terlantar tambang PTBA, pengembalian investasi rendah risiko untuk membayar kembali pabrik DME yang dibangun Air Products, dan keuntungan penjualan DME bagi Pertamina. Skenario yang terakhir ini bisa terwujud jika DME dijual dengan harga lebih tinggi, tetapi itu berarti pemerintah perlu tetap memberikan subsidi agar DME dapat dijual dengan harga terjangkau kepada masyarakat.
Pemerintah menyadari masalah keekonomian proyek menjadi batu sandungan bagi para pengusaha untuk memulai proyek hilirisasi batubara karena nilai investasinya yang tinggi, dan berisiko dalam jangka panjang. Pengusaha pun meminta pemerintah memberi kepastian dalam bentuk insentif fiskal dan nonfiskal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya pemberian subsidi, pemerintah juga menyatakan akan mencurahi berbagai insentif bagi pengusaha untuk mempercepat proses hilirisasi batubara. Seperti kemudahan tarif royalti, formulasi harga khusus batubara untuk hilirisasi batubara, masa berlaku IUP sesuai umur ekonomis proyek hilirisasi batubara, tax holiday, dan lainnya.Dan, pemerintah Indonesia mengabulkannya dengan menerbitkan regulasi yang mendorong investasi di proyek gasifikasi batubara.
Komitmen Penuh Pemerintah terhadap Batubara Jika diturut sedari awal perencanaan, proyek gasifikasi batubara ialah justru salah satu wujud komitmen penuh pemerintah Indonesia kepada industri batubara.
Melalui serangkaian perangkat regulasi, industri batubara dalam negeri mendapat keistimewaan berusaha. Dalam UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, hilirisasi batubara menjadi bagian strategi peningkatan nilai tambah batubara.
Privilese ini semakin dilengkapi lewat aturan UU No. 10/2020 Tentang Cipta Kerja yang menyisipkan 1 pasal dalam UU Minerba, yakni Pasal 128 A yang memberi insentif royalti 0 persen bagi perusahaan batubara yang melakukan hilirisasi batubara. Dalam regulasi lain, gasifikasi batubara kemudian dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dan dikategorikan sebagai energi "baru".
Berbagai regulasi yang disiapkan ini terang menunjukkan bahwa melalui skenario hilirisasi batubara, pemerintah Indonesia bersikukuh memperpanjang masa pemanfaatan batubara di Indonesia. Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahkan dengan gamblang menyatakan bahwa hilirisasi merupakan kunci untuk mencapai target investasi nasional pada 2022. Padahal, Indonesia menjadi negara pihak yang ikut menyatakan komitmennya untuk menjaga suhu bumi di bawah ambang batas 1,5 derajat Celsius. Tak hanya itu, dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai target nol emisi karbon pada 2060.
Salah satu cara mencapai target tersebut yaitu dengan membiarkan batubara tetap berada di dalam tanah. Sementara, Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menghitung, proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim saja akan menghasilkan laju emisi gas rumah kaca pada 2050 yang lebih besar sekitar 12 juta ton CO2-eq per tahun.
Tahun ini, Indonesia memegang tugas sebagai Presidensi G20 yang mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger".
Transisi energi, menjadi salah satu dari 3 isu prioritas yang akan dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 November mendatang. Indonesia kemudian meluncurkan forum Transisi Energi G20 yang diharapkan bisa menjadi sarana untuk menghimpun komitmen kuat negara global untuk mengakselerasi transisi energi.
Upaya besar Indonesia ini harus diikuti dengan komitmen dan tindakan konkret di dalam negeri. Jika memang pemerintah Indonesia serius akan komitmen iklimnya, maka sudah seharusnya pemerintah segera melakukan reorientasi kebijakan pembangunan energi ke fase transisi energi. Dengan berbagai ulasan fakta di atas, proyek gasifikasi batubara jelas tidak layak dan strategis untuk masuk dalam program percepatan transisi energi Indonesia.
Sudah saatnya Indonesia mengejar langkah dunia global yang bersungguh-sungguh meninggalkan industri batubara yang tinggi emisi dan mempercepat peralihan sumber energi terbarukan yang bersih, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi semua.
Novita Indri Pratiwi
Campaigner di Trend Asia, sebuah organisasi masyarakat sipil independen yang bergerak sebagai akselerator transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia
(dna/dna)