Pemerintah secara tegas menyatakan akan menyetop ekspor timah dan menggenjot pengembangan hilirisasi timah dalam negeri. Dengan begitu Indonesia bisa mendapat 'durian runtuh' dari produksi timah yang katanya terbesar kedua di dunia setelah China.
"Kita sudah hitung bahwa hilirisasi terhadap timah akan memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional. Kita itu penghasil timah nomor 2 di dunia, nomor 1 China yang 70% melakukan hilirisasi, Indonesia cuma 5%. Kita menyetop ini dalam rangka memberikan nilai tambah," kata Bahlil kepada wartawan di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2022).
Sayangnya Bahlil belum bisa menyampaikan detail kapan waktu penyetopan ekspor timah akan dijalankan. Saat ditanya apakah berpeluang diterapkan tahun ini, dia hanya menjawab bahwa lebih cepat lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aku tahu banyak yang nggak setuju itu, aku tahu siapa pemain-pemainnya, tapi negara nggak akan mungkin gemetar sedikit pun. Sampai kapan negara kita mau dimainin seperti itu, jangan lah. Lebih cepat lebih baik (setop ekspor timah)," tuturnya.
Hilirisasi timah dilakukan untuk mengikuti kesuksesan hilirisasi nikel. Indonesia, kata Bahlil, mendapatkan nilai tambah dari ekspor nikel yang sudah dihilirisasi pada 2021 mencapai US$ 20,9 miliar.
"2017-2018 itu (ekspor bijih nikel) RI hanya dapat US$ 3,3 miliar. Kita ditakut-takuti waktu itu," ujarnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan pihaknya masih melakukan perhitungan dan pengkajian yang mendalam soal rencana pelarangan ekspor timah. Larangan itu bisa diberlakukan tahun ini, maupun tahun depan.
"Baru dihitung. Akan kita setop kapan baru kita hitung. Nanti kalau sudah hitungannya matang, ketemu kalkulasinya, baru akan saya umumkan. Setop misalnya bisa tahun depan atau stop tahun ini juga bisa terjadi," papar Jokowi saat melakukan kunjungan ke proyek smelter timah PT Timah, di Bangka Belitung, disiarkan di channel YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (20/10/2022).
(aid/ara)