Pemerintah Indonesia bakal menginisiasi proyek konektivitas listrik antara negara-negara di Asia Tenggara. Rencana ini akan melibatkan Indonesia, Singapura, Malaysia, hingga Brunei.
Airlangga mengatakan ketersediaan listrik dengan energi alternatif sangat penting di tengah gonjang-ganjing krisis energi global. Salah satunya dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS terapung.
Hal ini diungkapkan Airlangga dalam pertemuan dengan World Bank Managing Director of Development Policy and Partnerships Mari Elka Pangestu di Washington DC, Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belajar pada situasi saat ini, ketersediaan energi listrik menjadi sangat penting sehingga perlu membangun energi listrik alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung dalam payung kerja sama infrastruktur jaringan listrik kawasan Asia Tenggara," ungkap Airlangga dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022).
Dalam pertemuan dengan World Bank tersebut, Airlangga juga membahas sejumlah topik antara lain peran Indonesia dalam ASEAN Energy Connectivity, Transformasi Digital, Food Security dan juga membahas Partnership on Global Infrastructure and Investment (PGII).
Terkait isu transformasi digital, Pemerintah Indonesia juga telah melakukan pengembangan Data Center di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park (NDP). Hal itu sebagai bagian upaya mendukung pengembangan ekonomi digital di Indonesia dan konektivitas internasional khususnya di Kawasan Asia Tenggara.
Adanya KEK NDP akan dapat menjadi salah satu potensi proyek pengembangan Data Center di Indonesia yang dapat menarik banyak investor.
ASEAN Digital Masterplan 2025, merupakan desain lima tahun untuk memfasilitasi kerja sama regional dalam pengembangan sektor digital di ASEAN. Mengenai digitalisasi sektor finansial, saat ini Pemerintah tengah mengambil langkah penyesuaian seperti harmonisasi kepabeanan untuk e-commerce dan digitalisasi sektor pajak.
Dia juga membahas topik ketahanan pangan yang digagas ASEAN Reserve Fund untuk memastikan ketersediaan komoditas beras di Kawasan Asia Tenggara. Terkait perubahan iklim, studi dari World Bank menyebutkan bahwa produksi pangan global menghasilkan emisi karbon yang lebih tinggi dari produksi energi ataupun deforestasi.
"Menyikapi hal tersebut, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menjalankan Sustainable Food Production," tutup Airlangga.
(hal/das)