Ada Pertamina di Balik Dapur Ngebul Tanpa Asap Motor Mengepul

Ada Pertamina di Balik Dapur Ngebul Tanpa Asap Motor Mengepul

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 01 Nov 2022 19:09 WIB
Ismail, Pengemudi Ojol Motor Listrik
Ismail (Kanan) Sedang Mengisi Ulang Baterai Motor Listriknya di Swapping Station PT Pertamina (Persero) Foto: Anisa Indraini
Jakarta -

Raut wajah Ismail tampak cukup lelah saat ditemui di Swapping Station yang ada di SPBU Rasuna Said milik PT Pertamina (Persero). Sesekali pria berusia 42 tahun itu meregangkan badannya yang pegal gara-gara kelamaan duduk di atas motor. Maklum, sore itu dia sudah bolak-balik ngangkut 11 penumpang.

Baterai motor listrik Ismail juga sudah harus diisi ulang dan diganti biar kendaraannya bisa terus melaju. Ismail masih semangat. Dia bilang masih mau terus cari penumpang lebih banyak hari itu. "Biar dapur rumah bisa terus ngebul," kelakar Ismail kepada detikcom.

Ya, Ismail adalah seorang driver Gojek yang menggunakan motor listrik untuk mencari nafkah. Ia termasuk beruntung bisa masuk ke dalam 15 driver pertama yang berkesempatan uji coba motor listrik di awal Desember 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan jaket ojolnya yang sedikit kebesaran, Ismail cukup cekatan mengganti baterai motor listrik yang berukuran besar ke tempat charging. Sudah dua kali dia mengisi ulang baterai motor listriknya hari itu. "Sehari saya bisa mengisi 3 sampai 4 kali," kata Ismail menjelaskan.

Saat mengisi baterai motor listrik, Ismail tidak sendirian. Swapping Station SPBU Rasuna Said cukup ramai dipenuhi driver Gojek setiap jam 4 sore. Mereka bergantian mengisi ulang baterai motor listriknya.

ADVERTISEMENT

Sembari sibuk mengganti baterai motor listriknya, Ismail menerangkan rutinitasnya setiap hari di Swapping Station yang ada di SPBU milik Pertamina.

"Ini sudah masuk rush hour, jadi biasanya driver persiapan ganti baterai untuk mobilitas lagi. Nanti mulai ramai lagi begitu rush hour-nya selesai, jam 20.00-21.00 WIB," katanya dengan nada bicara yang cepat.

Proses mengisi dan mengganti baterai motor listrik sendiri cukup mudah dan cepat. Tinggal copot baterai listrik dari kendaraan, lalu masukan ke dalam mesin charging. Tidak sampai 60 detik, keluar baterai berbeda dengan kondisi yang sudah terisi, gratis. Driver bisa langsung jalan cari penumpang lagi.

Pertamina Kembangkan 7 Tempat Tukar Baterai Motor Listrik di JakartaPertamina Kembangkan Tempat Tukar Baterai Motor Listrik di Jakarta Foto: Dok. Pertamina

Di sela kesibukannya itu, Ismail masih mau bercerita tentang pekerjaannya. Dia bilang hidupnya kini jadi lebih ringan setelah pakai motor listrik. Biaya yang dikeluarkan untuk operasional narik penumpang juga jadi lebih hemat ketimbang saat pakai kendaraan bensin.

Untuk perawatan baterai motor listrik pun Ismail tak perlu ambil pusing. Sebab, driver tak dipungut biaya servis berkala. Ia pun memberikan hitung-hitungan hematnya pakai motor listrik.

"Waktu saya pakai motor BBM itu, per hari itu saya rata-rata Rp 45 ribu untuk beli Pertamax, dengan catatan itu harganya masih Rp 9.600 per liter," kata Ismail.

"Kalau saya motor listrik, itu sewanya Rp 40 ribu per hari, sebulan saya bayarnya cuma 22 hari, yang 8 hari ini nggak dihitung. Rp 40 ribu x 22 hari itu = Rp 880 ribu. Kalau dibagi 30 hari itu kenanya Rp 29 ribu sekian, taruhlah Rp 30 ribu," hitungnya.

Ismail mengatakan dengan Rp 30 ribu yang dikeluarkannya setiap hari, ia tak perlu lagi beli bensin, servis kendaraan, belum lagi ganti oli. Menurut perhitungannya, selisihnya bisa mencapai Rp 500-600 ribu per bulan.

"Dengan harga Pertamax sekarang Rp 14 ribu bisa Rp 700 ribu selisihnya per bulan," katanya.

Sebelum beralih pakai motor listrik, Ismail memang cuma mau pakai bahan bakar yang terbaik untuk motornya. Ia yakin Pertamax bisa membuat performa motornya maksimal saat mencari nafkah. Dia ogah ambil risiko dengan pakai BBM jenis lain.

"Saya merasa kendaraan ini kaki saya juga, kalau ada masalah sama mesinnya akhirnya saya nggak bisa ngojek. Saya ingin kasih yang terbaik buat motor saya dengan Pertamax," kata Ismail percaya diri.

Nah, dari selisih yang dihemat Ismail sekarang ini, ia bahkan bisa membeli laptop untuk keperluan sekolah anaknya yang duduk di bangku SMP. Bangga sekali rasanya Ismail saat bercerita bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya. Berkali-kali juga dia mengucap syukur.

"Itu murni dari selisih pengeluaran yang saya sisihkan. Saya cuma tambahin sedikit, kebeli laptop baru itu buat anak saya. Alhamdulillah Rp 600-700 ribu per bulan menurut saya itu besar bisa saya alokasiin buat pendidikan anak. Bersyukur banget, saya bersyukur," kata Ismail antusias.

Harapan Ismail sekarang ini cuma ingin Pertamina menambah tempat pengisian baterai listrik jadi lebih banyak. Ia ingin driver ojol yang pakai motor listrik bisa lebih dipermudah dalam mencari nafkah.

"Semoga Swapping Station ini makin tambah banyak, menyebar gitu di SPBU Pertamina. Kalau sekarang kan saya cuma bisa beroperasi di wilayah Jakarta Selatan karena keterbatasan Swapping Station. Jadi saya kepikiran kalau bisa menyebar ke wilayah Jakarta Timur, Barat, Utara itu kan berarti mobilitas saya sama teman-teman makin luas," harap Ismail.

Peran Strategis Pertamina Dorong Energi Bersih

Selain memberikan keuntungan secara nyata dari sisi finansial dan membuat dapur rumahnya tambah ngebul, apa yang dikerjakan oleh Ismail nyatanya punya dampak positif yang lebih besar. Dengan menggunakan motor listrik, Ismail ikut berkontribusi dalam mendorong penggunaan energi bersih di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah dalam mengurangi emisi karbon serta demi mewujudkan target karbon netral (net zero emission/NZE) di 2060 atau lebih cepat.

Menurut Cambridge Dictionary, emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti CO2, solar, LPJ, dan bahan bakar lainnya. Dalam arti sederhana, emisi karbon adalah pelepasan karbon ke atmosfer.

Emisi karbon ini menjadi salah satu penyebab perubahan iklim di dunia. Proses ini dapat berdampak pada lingkungan hidup, kesehatan manusia, hingga menciptakan ketidakstabilan ekonomi.

Untuk menangani perubahan iklim ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengambil langkah serius. Ia telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Dengan Perpres ini, Indonesia menjadi negara pertama yang menggerakkan penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Ambisi pemerintah untuk menekan emisi karbon juga terlihat dari peningkatan target pengurangan emisi karbon dalam enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, dari 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri dan menjadi 43,20% dengan dukungan Internasional dari sebelumnya hanya 41% pada 2030.

Di sini, PT Pertamina (Persero) punya peran yang sangat penting dan strategis dalam menjadi penyokong Indonesia menuju nol emisi karbon di 2060. Di 2020 sendiri, Pertamina sudah berhasil menurunkan emisi 27,08% dan menargetkan pengurangan emisi 30% pada 2030.

Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina Atep Salyadi Dariah Saputra mengatakan, untuk mencapai nol emisi karbon di 2060 Pertamina mengembangkan sejumlah strategi yang diterjemahkan dalam dua pilar. Dua strategi itu yakni dekarbonisasi kegiatan usaha dan pengembangan bisnis hijau baru.

"Pertamina menjalankan berbagai inisiatif dalam rangka transisi energi. Hal ini dapat ditunjukan dengan target yang ingin dicapai dari proyek yang menjadi bagian dari inisiatif strategis tersebut yakni memproduksi energi baru terbarukan yang dapat mengurangi emisi karbon dari sektor energi," kata Salyadi kepada detikcom.

Ada juga tiga enabler yang akan mendukung rencana Pertamina dalam mendorong nol emisi karbon. Pertama, mengembangkan standar penghitungan karbon yang telah disetujui oleh peraturan nasional dan internasional, serta penerapan Harga Karbon Internal Pertamina.

Kedua, membangun organisasi keberlanjutan yang akan mengawasi bisnis Pertamina berada di jalur benar untuk tujuan nol emisi roadmap-nya. Ketiga, keterlibatan pemangku kepentingan untuk sepenuhnya mendukung target dan komitmen NZE nasional.

Khusus di sektor transportasi, Pertamina juga berpartisipasi dalam perusahaan patungan Indonesia Battery Company (IBC) untuk meningkatkan produksi baterai sebesar 140 gigawatt hour (GWh) pada 2029. Pihaknya juga mengembangkan ekosistem EV Battery termasuk pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), serta battery swapping and charging atau Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).

Saat ini Pertamina telah mengoperasikan 6 charging station (SPKLU) dan 7 battery swapping station (SPBKLU) yang tersebar di 10 lokasi di wilayah Jakarta dan Banten. Dalam rangka perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022, Pertamina juga telah menyediakan 6 SPKLU dan 6 SPBKLU.

"Selanjutnya Pertamina akan mengembangkan lebih dari 200 charging station dan 400 swapping station hingga tahun 2025," tambahnya.

Pertamina menargetkan akan ada 312 Green Energy Station (GES) di seluruh Indonesia. GES ini terintegrasi SPBU dengan SPKLU dan SPBKLU yang secara operasional kelistrikannya dipasok dari sumber energi bersih yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Realisasi sampai Agustus 2022 sudah 238 GES yang terbentuk dan harapannya sampai akhir tahun bisa mencapai 312 GES. "Meski belum semuanya terintegrasi dengan swapping baterai dan SPKLU, tapi Pertamina akan terus menggencarkannya sebagai bentuk komitmen kami dalam transisi energi," lanjut Salyadi.

Strategi investasi Pertamina untuk mendukung Net Zero Emission dan agenda dekarbonisasi, ialah dengan menetapkan Capex 2022-2026 sebesar US$ 11 miliar atau 14% dari total Capex perusahaan. Angka ini tiga kali lipat lebih tinggi dari investasi IOC global untuk EBT yang rata-rata hanya 4%.

"Upaya menjalankan transisi energi oleh Pertamina ini sekaligus untuk memastikan ketahanan energi Indonesia," kata Salyadi.

Taktik Pertamina Kejar Net Zero Emission 2060Taktik Pertamina Kejar Net Zero Emission 2060 Foto: Andhika Akbarayansyah

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendukung dengan apa yang dilakukan oleh Pertamina. Menurutnya, infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia saat ini memang dinilai masih cukup minim.

Ke depan diharapkan terus dilakukan penambahan, mengingat tren penggunaan kendaraan listrik akan semakin besar. Karena itulah Pertamina punya peran yang cukup besar.

"Harus disiapkan dari sekarang tapi populasi kendaraan listrik juga belum terlalu besar. Saya kira ini akan berjalan berkesinambungan ke depannya," kata Mamit Setiawan.

Selain pengembangan infrastruktur, menurut Mamit perlu dikembangkan berbagai insentif terutama dari sisi harga. Hal itu agar menarik minat masyarakat sehingga mau beralih ke kendaraan listrik dengan harga terjangkau.

"Lalu desain kendaraan harus benar-benar bisa menarik masyarakat Indonesia yang bisa muat banyak, infrastruktur jalan harus diperbaiki, disiapkan banyak SPKLU ke depannya, tempat pengisian baterai juga harus diperbanyak tidak hanya di SPBU tapi juga di tempat nongkrong atau di mana," sarannya.

(aid/fdl)

Hide Ads