PT Pertamina (Persero) mengembangkan dan berinvestasi pada sejumlah inisiatif bisnis hijau untuk mendukung target emisi nol bersih (Net Zero Emission) pada 2060. Adapun inisiatif ini antara lain terkait bahan bakar nabati, energi terbarukan, penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, baterai dan kendaraan listrik, hidrogen, serta bisnis karbon.
"Pertamina berkomitmen mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, strategi bisnis kami terdiri dari dua pilar, yakni dekarbonisasi bisnis inti dan pembangunan bisnis hijau," kata CEO Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022).
Hal ini ia sampaikan dalam acara Indonesia Pavilion COP 27 di Jakarta, Minggu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan ini, Dannif mengatakan Pertamina juga mengalokasikan 14% dari proyeksi belanja modal 2022-2060 sebanyak US$ 70-80 miliar untuk pengembangan energi bersih, baru, dan terbarukan. Adapun hal ini sejalan dengan upaya Pertamina dalam menggunakan sumber daya domestik untuk memasok energi domestik guna mendukung pembangunan hijau dan dekarbonisasi.
Di samping itu, lanjut Dannif, Pertamina membangun rantai pasokan minyak gas yang terintegrasi untuk memasok kebutuhan domestik. Pertamina juga secara aktif membangun portofolio energi baru dan terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya dalam negeri.
Lebih lanjut, Dannif mengatakan ke depan, Pertamina akan mengembangkan bauran energi yang lebih hijau. Upaya ini dilakukan di antaranya dengan mengurangi pangsa produk olahan dan LPG dari 81% menjadi 61%, meningkatkan pangsa gas dari 3% menjadi 19%, dan meningkatkan porsi EBT dari 1% menjadi 17%.
Meski demikian, Dannif mengatakan pengembangan bisnis hijau dan teknologi bersih dalam mendukung transisi energi membutuhkan investasi besar. Oleh karena itu, Pertamina menggandeng mitra nasional dan global untuk menjajaki kemitraan dalam program dekarbonisasi, bisnis hijau dan mempercepat pertumbuhan EBT untuk mencapai emisi nol bersih.
Melalui kerja sama ini, Dannif menyebut pihak perbankan juga dapat berinvestasi pada inisiatif bisnis hijau tersebut. "Keterjangkauan transisi energi bersih akan tergantung pada pengurangan biaya dan peningkatan ketersediaan modal," paparnya.
Dalam rangka mendukung transisi energi di Indonesia, Pertamina juga mengoptimalkan potensi dan peningkatan kapasitas terpasang energi baru terbarukan. Adapun dalam hal ini Pertamina telah mempelopori pemanfaatan EBT di Indonesia dengan produksi green dan blue hydrogen 3 juta ton per tahun pada 2060 sekaligus total kapasitas terpasang EBT sebanyak 60 GW pada 2060.
Tak hanya itu, selanjutnya Pertamina akan melakukan komersialisasi hidrogen hijau dan biru dan mengambil peran dalam ekosistem terintegrasi baterai dan penyimpanan energi Indonesia. Upaya ini akan dilakukan melalui pengembangan industri kendaraan listrik bertenaga baterai dengan bekerja sama dengan beberapa perusahaan milik negara.
Pertamina juga meningkatkan kapasitas kilang untuk menghasilkan bahan bakar hijau. Melalui beberapa proses di kilang hijau, Pertamina telah menghasilkan bahan bakar berkualitas tinggi dan lebih ramah lingkungan. Adapun bahan bakar ini berasal dari minyak sawit, yaitu biodiesel, green diesel, green avtur dan green gasoline yang sedang dikembangkan.
"Saat ini Pertamina juga berhasil meraih score ESG di level medium risk dengan nilai 22.1. Hal ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam implementasi bisnis yang ramah lingkungan dan taat pada tata kelola perusahaan yang baik," tutupnya.
(akd/ega)