Jakarta -
Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) atau Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan dan Perubahan Iklim dalam konferensi B20 menelurkan hasil nilai potensi proyek sebesar lebih dari US$ 11,5 miliar.
Chairman Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) atau Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan dan Perubahan Iklim dalam konferensi B20, Nicke Widyawati mengatakan konferensi B20 merupakan diskusi pemangku kepentingan yang bertujuan untuk mencari solusi yang bisa diterapkan dalam transisi energi berkelanjutan.
"Diskusi antara pemangku kepentingan dalam TF ESC-B20 memiliki tujuan untuk mencari implementasi paling realistis dari transisi energi yang berkelanjutan dengan konsep kemandirian energi," ujar Nicke, dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TF-ESC B20 yang berlangsung pada 13-14 November 2022, di Bali, diketahui memiliki 3 tugas atau misi utama. Tugas pertama yang harus dilakukan adalah percepatan penggunaan energi baru terbarukan di seluruh dunia. Kedua, memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau. Dan yang terakhir adalah meningkatkan keamanan energi.
Dari tiga misi utama tersebut memunculkan pembicaraan mengenai kerja sama global lintas negara yang dikembangkan, baik di negara maju serta berkembang. TF ESC juga berperan sebagai katalisator dalam kerja sama global dengan capaian perjanjian kerja sama sebanyak 38 kesepakatan dari lintas negara. Sebanyak 11 negara terlibat dalam proses 'business action' dalam mewujudkan percepatan proyek rendah karbon dengan total nilai proyek lebih dari 11,5 miliar dolar AS.
Tindakan implementasi lainnya adalah TF ESC dijadikan sebagai ajang keselarasan bisnis secara global. Pada kegiatan ini, sebanyak dua belas peluang kerja sama lintas negara berhasil dilakukan. Dari peluang kerja sama tersebut, sebanyak lima bisnis telah terjalin kesepakatan dalam upaya penurunan proyek rendah karbon. Selain itu, aksi bisnis lainnya yang telah tercapai adalah dua kolaborasi investasi bisnis yang terjadi dalam konferensi B20.
Secara umum, TF ESC B20 berfungsi sebagai jembatan bagi negara yang ingin mencapai kesepakatan bersama pada isu transisi energi secara global. Satuan tugas ESC B20 memberikan pemahaman kerja sama bagi negara yang tengah melalui masa transisi energi dengan negara yang memiliki sumber energi fosil melimpah, contohnya seperti Arab Saudi.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Upaya nyata dari TF ESC dalam menjembatani pemahaman transisi energi adalah dengan pengembangan teknologi Carbon Captures Utilization Storage (CCUS). CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) merupakan teknologi yang bisa menangkap Karbon Dioksida yang telah terlepas ke atmosfer, sehingga energi bersih diupayakan bisa tercapai dengan langkah ini.
Selanjutnya, fungsi dan visi kedua TF ESC adalah sebagai akselerator/katalis untuk mewujudkan agenda-agenda global, misalnya NZE, transisi energi dan lainnya. NET Zero Emission (NZE) atau netralitas karbon tahun 2060 menjadi agenda kerja dan proses berkelanjutan untuk transisi penggunaan energi. Dari energi fosil yang polutif ke energi bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan hasil dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Menindaklanjuti langkah tujuan dari konferensi besar tersebut, PT Pertamina Group, Indonesia menjadi penyelenggara utama perhelatan puncak Konferensi Tingkat Tinggi Government 20 (KTT-G20), Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20). Ini berarti, Pertamina siap mengawal 3 (tiga) rekomendasi utama yang membahas intensif oleh 152 peserta dari 25 negara perwakilan.
Tiga rekomendasi final dari TF ESC-B20 yang dimaksud adalah mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau, dan terakhir meningkatkan akses serta kemampuan konsumen untuk mengonsumsi energi bersih juga modern.
Nicke yang juga sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) menjelaskan poin utamanya adalah Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat.
Ia juga mengatakan upaya pencegahan pemanasan global serta perubahan iklim, adalah hal yang sangat kompleks. Upaya besar-besaran ini membutuhkan perubahan skala global, termasuk mengubah teknologi yang sudah jamak, pasar keuangan dan produk, rantai pasokan, model bisnis, kerangka tata kelola serta pertimbangan ekonomi politik yang mengakar dengan baik.
Tidak kalah penting, kekuatan ekonomi untuk pendanaan di juga diantisipasi agar transisi energi tidak menjadi hambatan bagi agenda pembangunan yang tengah dicanangkan di negara-negara berkembang dunia. Ini adalah tantangan dan hal-hal yang menjadi pertimbangan dan tujuan dari Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan dan Iklim.
Untuk itu, Nicke memberikan solusi peningkatan kerja sama global dalam pengembangan kapasitas serta menggandakan dukungan keuangan tahunan untuk negara-negara berkembang.
"Tanpa kolaborasi ini adalah tantangan berat bagi negara maju, dalam hal pendanaan transisi energi," katanya.
Secara umum peserta B20 TF ESC berasal dari berbagai perusahaan belahan dunia, peserta dari Indonesia antara lain Pertamina, Vale Indonesia, EMITS, Jababeka, WIKA, Pupuk Indonesia, Indonesia Stock Exchange, Grab Indonesia, Astra Agro Lestari, WIMA, Krakatau Steel, Unilever Indonesia, Badak NGL, Indonesia Battery Corp, L'oreal Indonesia, dan Hitachi Astemo Indo.
Sedangkan dari belahan Asia Timur dan Asia Tenggara adalah Japan (JBIC, NYK, Tepco, Inpex, Chiyoda, JOGMEC, Mitsubishi, MHI), China (Sepco, CATL, Zheijang Huayou Cobalt), Korea (KIS), serta Singapore (Ignis, Cobalt). Salah satu kesepakatan kerja sama juga terjalin mengenai 'Pra-Studi Kelayakan Terkait Pengembangan E-Methane' antara PT Pertamina dengan IHI Corp. dari Jepang guna menuju industri rendah karbon.
Kemudian dari Amerika Utara diikuti oleh Exxon mobil, Chevron dan Ormat. Selanjutnya dari timur tengah Saudi Arabia (Saudi Aramco, ACWA Power), dan UAE (Masdar, ADNOC).
Tidak ketinggalan diikuti juga dari perusahaan asal benua biru Eropa, yaitu, Turkiye (BOTAS), Netherland (Pondera), Spain (Semba Corp), France (Sclhumberger).
Sebagai informasi, tiga rumusan dari TF ESC (mempercepat transisi ke penggunaan energy berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau, serta meningkatkan akses) sejalan dengan fokus isu strategis Presidensi G20 dan target Sustainable Development Goals (SDGs).