Menakar Potensi Harta Karun Baru RI, Dijamin Punya Masa Depan Cerah

SKK Migas IOG Convention 2022

Menakar Potensi Harta Karun Baru RI, Dijamin Punya Masa Depan Cerah

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 24 Nov 2022 16:28 WIB
Pipa gas bumi
Foto: shutterstock
Nusa Dua -

Gas bumi bakal menjadi komoditas yang diperebutkan beberapa tahun ke depan. Komoditas yang satu ini pun diyakini tersedia dalam jumlah besar di Indonesia.

Senior Upstream Oil Industry Analyst OPEC Mohammad A. Al Kazimi memprediksi pertumbuhan permintaan komoditas gas bumi bakal signifikan beberapa tahun ke depan di tengah tren transisi energi. Energi yang satu ini dinilai lebih bersih dibandingkan minyak bumi.

"Gas alam akan menjadi bahan bakar fosil yang tumbuh paling cepat selama perkiraan periode, didorong sebagian oleh tingkat urbanisasi yang lebih tinggi, permintaan industri dan penggantian jangka panjang batubara dalam pembangkit listrik," papar Al Kazimi dalam acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Indonesia sendiri, dari data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) status per 31 Desember 2021 Indonesia memiliki cadangan terbukti (proven reserves) gas bumi sebesar 34,64 triliun kaki kubik (TCF). Bila digabungkan dengan data cadangan potensial (potential reserves), berdasarkan data Kementerian ESDM status 1 Januari 2021, total cadangan gas RI mencapai 60,61 TCF.

Jumlah tersebut masih bisa bertambah karena Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia kemungkinan akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1.715 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) yang berasal dari beberapa proyek potensial.

Genjot Eksplorasi
Industri hulu migas Indonesia sendiri sampai saat ini masih berupaya mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BSCFD pada tahun 2030. Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara membeberkan nilai ekonomis suatu proyek migas menjadi salah satu masalah besar dalam upaya menggenjot eksplorasi.

"Masalah utamanya adalah membuat suatu proyek menjadi bernilai ekonomis. Kemudian, bagaimana kita mengeksekusi proyek dengan budget yang sesuai dengan perhitungan," papar Benny dalam agenda yang sama.

Menurutnya, pihaknya akan terus merencanakan pemberian tambahan insentif yang menarik bagi para investor. Dengan begitu, eksplorasi sektor migas akan terus berjalan dan target yang ditetapkan bisa tercapai.

Tenaga Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf mengatakan eksplorasi menjadi satu-satunya jalan untuk mencapai target lifting migas di Indonesia. Khususnya, untuk menggenjot produksi gas bumi.

"Untuk meningkatkan produksi migas di Indonesia tidak ada cara lain selain melakukan eksplorasi. Maka dari itu eksplorasi harus diperbanyak," papar Nanang dalam agenda yang sama.

Upaya Pemerintah Genjot Lifting

Pemerintah pun telah menghadirkan berbagai terobosan kebijakan dan regulasi guna mendorong investasi hulu, salah satunya melalui melalui fleksibilitas kontrak (Cost Recovery PSC atau Gross Split PSC) dan menawarkan terms and conditions penawaran wilayah kerja migas yang menarik bagi investor, perbaikan sistem perizinan, serta regulasi lainnya.

"Pemerintah menyadari bahwa kegiatan hulu migas di Indonesia saat ini sangat menantang terutama dari segi biaya. Biaya eksplorasi, pengembangan, produksi dan akses ke sumber daya meningkat. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan investasi yang lebih masif untuk memacu tambahan produksi migas nasional," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto memaparkan ada lima strategi utama pemerintah menggenjot investasi migas.

Pertama, mengoptimalkan produksi di lapangan migas yang ada. Kedua, melakukan transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi. Ketiga mempercepat metode Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi untuk mendorong tambahan produksi.

"Keempat kami mendorong kegiatan eksplorasi migas, dan terakhir kami juga melakukan percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas," jelas Dwi Soetjipto.

Kolaborasi pemerintah, menurut Dwi sudah ditunjukkan dengan menjalankan bisnis tidak seperti biasanya dengan memperbaiki ketentuan fiskal. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan kontraktor dengan insentif tambahan jika diperlukan agar suatu lapangan dapat dikembangkan secara ekonomis.



Simak Video "IPA Convex 2024 Jadi Momentum Bagi Ketahanan Energi Indonesia "
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads