BPH Migas: Kenaikan Harga Pertalite-Solar Masih Wajar

BPH Migas: Kenaikan Harga Pertalite-Solar Masih Wajar

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 14 Feb 2023 16:22 WIB
Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Tol Sidoarjo 54.612.48, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/4/2022). Pemerintah menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan yang dijual dengan harga Rp7.650 per liter dan Biosolar Rp5.510 per liter, sementara jenis Pertamax harganya disesuaikan untuk menjaga daya beli masyarakat yakni menjadi Rp 12.500 per liter dimana Pertamina masih menanggung selisih Rp3.500 dari harga keekonomiannya sebesar Rp16.000 per liter di tengah kenaikan harga minyak dunia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Jakarta -

Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Abdul Halim mengungkapkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan oleh pemerintah saat ini dinilai sudah tepat sasaran.

Dia mengungkapkan kuota BBM subsidi dan realisasi tahun 2022 yaitu 99%. "Alhamdulillah tahun 2022 pemerintah sudah memberikan kebijakan yang luar biasa, terutama pasca pandemi. Semula subsidi solar dipatok 15,1 juta kiloliter," kata dia dalam diskusi INDEF, Selasa (14/2/2023).

Abdul mengungkapkan, dengan pertumbuhan yang pesat, pemerintah menambah kuota subsidi menjadi 2 juta kiloliter dan secara keseluruhan mencapai 17,83 juta. "Sudah didistribusikan 99%," jelas dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini juga berlaku untuk Pertalite, awalnya jenis BBM RON 90 ini kuotanya 23 juta. Lalu ditambah 6 juta menjadi 29 juta kiloliter.

Menurut dia, dengan kenaikan harga Pertalite dari Rp 8.000 ke Rp 10.000 ini sudah cukup komprehensif. "Ini keputusan luar biasa yang diambil oleh pemerintah dan ada perhitungan pertumbuhan penduduk serta memastikan harga ini masih dalam kewajaran," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia menambahkan dengan subsidi ini, maka pemerintah bisa berhemat dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari konsumsi BBM subsidi ini. "Kita bisa saving anggaran dan ini sudah tepat sasaran," ujarnya.

Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo mengungkapkan tingginya anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 sebagai konsekuensi atas peran APBN sebagai shock absorber.

"Pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran, salah satunya melalui penerapan tarif adjustment untuk pelanggan golongan rumah tangga mampu dan seluruh golongan pemerintah," jelasnya.

Dia menjelaskan untuk mendorong subsidi tepat sasaran dan berkeadilan yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Masih ada tantangan yang ditemui yaitu risiko contingent liabilities dalam subsidi energi. Ini artinya kebijakan penyesuaian harga atau tarif belum dapat dilaksanakan sehingga muncul kompensasi Rp 524,6 triliun pada 2017-2022.

Lalu tingginya harga komoditas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan subsidi dan kompensasi energi. Kemudian LPG da Solar masih didistribusikan secara terbuka. "Lalu ada juga tantangan dari validitas data masyarakat yang berhak menerima subsidi belum akurat. Kemudian kebutuhan anggaran akan meningkat seiring komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan kepada EBT," jelasnya.




(kil/zlf)

Hide Ads